Skip to main content

Paninaro: Italian Stylish Subculture

Paninaro: Italian Stylish Subculture

Italia, negara yang begitu dikenal dengan dengan berbagai makanan ini rupanya memiliki banyak cerita menarik didalamnya. Bagaimana tidak, negara yang dikenal dengan sebutan “The Boot” ini juga ternyata menjadi negara ke-3 sebagai negara yang menyimpan cadangan emas terbesar di dunia.

 

Selain daripada itu juga busana Italia dianggap sebagai salah satu busana yang terpenting di dunia. Bahkan menurut Global Language Monitor pada tahun 2009, Milano dicalonkan sebagai ibu kota busana sejati di dunia, mengungguli kota-kota besar diberbagai negara lain seperti New York, Paris, London, dan Tokyo.

 

Menurut sejarahnya, desain dan fesyen Italia sudah terkenal sejak 1000 tahun lampau. Pada masa itu kota-kota utama seperti Venesia, Milan, Firenze, Vicenza, dan Roma, mulai memproduksi jubah, perhiasan, tekstil, sepatu, kain, hiasan, dan gaun-gaun yang cukup rumit dan memiliki daya tariknya tersendiri.

 

Seperti kita ketahui, Italia dikenal sebagai tempat lahirnya renaissance atau abad perubahan, yakni era kebangkitan bangsa Eropa. Kala itu seni, musik, pendidikan, keuangan, filsafat, berkembang dengan sangat pesat. Dan bersamaan dengan itu pula, adibusana menjadi sangat populer. Pada abad ke-15 dan 16, desainer Italia banyak terpengaruh oleh karya Michelangelo, Leonardo da Vinci, Raphael, dan Botticelli. Produk mereka saat itu terkenal sangat mahal dan menghabiskan banyak materi. Aksesoris seperti beludru, brokat, pita, dan permata, menjadi bagian penting dari rancangan busana mereka.

Hal ini jelas menjadi salah satu pemicu warga Italia menjadi sangat peka terhadap dunia fesyen dan apa yang mereka pakai. Pada abad 20, tepatnya pada medio 80-an muncul pergerakan pemuda Italia yang memiliki gaya tersendiri. Tidak hanya cara berpakaian, mereka juga memiliki gaya hidup yang sangat mudah diindentifikasi. Pakaian dengan harga yang cukup fantastis dan gaya hidup bak jetset yang amat sangat membutuhkan perhatian dari lingkungan sekitarnya, ya mereka dikenal dengan nama Paninaro.

 

Paninaro

Paninaro adalah subkultur yang dimulai di Milan selama tahun 1980-an dengan gairah yang cukup tinggi pada konsumi sandwich, gaya berpakaian berbeda dan sepeda motor pada saat itu.

 

Milan adalah kota yang identik dengan dua bidang budaya utama yaitu fesyen dan sepak bola. Kedua bidang ini jarang tumpang tindih. Dalam hal fesyen, Milan telah lama dikenal sebagai kota yang memperhatikan cara dan beberapa pakaian mewah.

 

Jika kita mencoba menyatukan dua budaya ini dan menyebut Milan, sepak bola, dan fesyen dalam kalimat yang sama, mungkin kita akan mendapatkan pemikiran tentang pemain-pemain dengan gaya berpakaian yang sangat baik seperti Paolo Maldini, Manu Rui Costa dan Andrea Pirlo.

 

Semuanya dimulai pada 1980-an dengan sekelompok pemuda Milan yang disebut Paninaro. Paninaro sendiri adalah kelompok yang biasanya terlihat nongkrong di Panino Cafe (artinya kafe sandwich) dalam pemberontakan melawan status quo kuliner Italia pada saat itu. Makan siang panjang yang disiapkan dengan susah payah dengan lambat. Paninaro muncul dari zaman ketika konsumerisme meledak dan nama yang diadopsi, diambil dari nama salah satu makanan cepat saji pada saat itu, sandwich.

Meskipun Paninaro dan rekan-rekan perempuan mereka disebut Paninare adalah produk tahun 1980-an, namun benih yang menjadi cikal bakal mereka dapat ditelusuri jika kita kembali pada tahun 1976, ketika keputusan dibuat untuk mengizinkan saluran televisi swasta untuk disiarkan secara lokal di Italia. Poin ini mungkin terdengar cukup tidak relevan, tetapi fakta kecil ini berarti bahwa pada awal 80-an, ribuan saluran televisi baru telah bermunculan, mengisi waktu istirahat mereka dengan sinetron kelas bawah, acara musik, dan film yang kurang ajar, semuanya dapat mereka saksikan dengan mudah, khususnya film asal Amerika.

 

Salah satu direktur kreatif WP Lavori (salah satu tempat pertama yang menjual barang-barang seperti Vans, Paraboot, dan Filson di Italia), Andrea Cane yang menjadi saksi selama masa-masa awal Paninaro pun mengemukakan pendapatnya bagi subkultur baru yang digagas oleh pemuda Italia pada saat itu.

 

“Saya pikir industri film Amerika banyak mempengaruhi lingkungan Italia. Film-film seperti Rocky, Top Gun, dan Rambo mendorong impian Amerika ke dalam rumah keluarga Italia yang tenang. Aktor seperti Clint Eastwood, Burt Reynolds, Tom Cruise, Sylvester Stallone, dan Robert De Niro mengenakan produk yang kami kenal sebagai pernyataan ikonik Amerika. Para remaja ingin berbeda dari stereotip klasik Italia. Mereka ingin melanggar aturan dari generasi sebelumnya, mereka merasa kuat dan tidak takut untuk mengambil risiko dan mencoba.  Mereka ingin menjadi lebih keren dan internasional.”

Masuknya budaya baru ini menawarkan jendela baru dalam dunia fesyen dan makanan cepat saji yang tampak satu juta mil jauhnya dari Italia yang kaya akan sejarah fesyen. Kaum muda pada saat itu mencoba untuk menjauhkan diri dari orang tua mereka yang lebih tradisional. Mereka menghisap budaya baru ini secara masif. Tidak lama kemudian, pengaruh film dan program televisi Amerika menyebar dari ruang keluarga dan ke jalanan.

 

Dan tempat apa yang lebih baik untuk berkumpul selain bar sandwich? Namun, simbol sebenarnya adalah kemegahan Amerika dan gaya hidup modern yang serba cepat yang diinginkan para pemuda Italia pada saat itu. Tom Cruise tidak ingin menghabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati hidangan pasta yang sempurna, begitu pula pemuda Italia. Di sekitar restoran cepat saji yang baru dibuka di Milan yaitu Panino, dan akhirnya mereka mendapatkan namanya, seperti yang dijelaskan Andrea.

 

“Penampilan pertama adalah di Al Panino, ini adalah tempat yang memberi nama satu-satunya subkultur 'buatan Italia'. Itu adalah tanah para remaja kaya, dan satu-satunya tujuan mereka adalah menjadi modis dan dikuratori untuk menjadi yang terbaik, itu seperti sebuah tantangan.

Elemen kompetitif dan kecintaan pada budaya Amerika ini digabungkan dan berhasil menciptakan sesuatu yang benar-benar unik, mulai dari jaket ski berwarna cerah, denim yang dipadukan dengan rantai, dan ikat pinggang koboi besar sebagai satu kesatuan yang membuat mereka hanya mencari pakaian Amerika terbaik. Seperti rockabillies yang berkumpul di Taman Yoyogi Tokyo, tempat ini terlihat lebih 'Amerika' daripada orang Amerika asli.

 

Tidak lama sebelum brand asal Italia beraksi. Olmes Caretti menggabungkan warna-warna cerah dan jaket outdoor yang dipadukan dengan sweatshirt dan t-shirt populer Best Company, dan Massimo Osti memetik detail fungsional dari pakaian militer kuno untuk menciptakan kesempurnaan jaket outdoor di bawah bendera C.P. Company dan Stone Island.

Paninaro juga mengadopsi merek seperti Best Company, Stone Island, C.P. Company dan Moncler. Sepatu bot Timberland pun menjadi sesuatu yang sangat wajib, begitu pula dengan jeans Levis 501 dan jaket bomber atau puffer. Dalam sebuah wawancara dengan MixMag, kolektor Stone Island yaitu Archie Maher membandingkan Paninaro dengan pemuda yang menjelajahi internet untuk merek-merek terbaru pada saat ini.

 

“Paninaro adalah sekelompok pemuda kelas menengah dan atas Milan yang dikenal mengendarai motor trail di sekitar pusat kota Milan dari kafe ke kafe,” ujarnya. “Mereka akan memakai Stone Island dan C.P. Company bersama merek seperti Moncler dan Versace. Saya kira mereka agak mirip dengan 'hypebeasts' hari ini.”

 

Pada medio 80-an, beberapa zine atau majalah  seperti Paninaro, Preppy, dan Wild Boys  muncul untuk ikut mempopulerkan tren ini. Gaya berpakaian dan gaya hidup pemuda Italia ini akhirnya berhasil melakukan perjalan jauh ke Inggris, hal ini terjadi ketika penggemar sepak bola yang mengunjungi Milan untuk beberapa pertandingan di Eropa.

Tahun 1986 juga merupakan tahun The Pet Shop Boys yang mencoba mengabadikan subkultur dalam stomper berbasis synth yang berjudul, 'Paninaro' dan rupanya The Pet Shop Boys bukan satu-satunya sosok yang mengabadikan subkultur asli Italia ini. Komedian Enzo Braschi muncul di layar perak sebagai Paninari pecinta burger stereotip di Makanan Cepat Saji Italia.

 

Jika sebagian subkultur lain melakukan beberapa upaya untuk berpura-pura menjadi sosok yang melek akan politik atau intelektual, Paninaro melakukan hal berbeda dan terbilang unik. Sebagian besar dari mereka hanya ingin makan sandwich, memakai pakaian Amerika dan menghabiskan banyak waktunya dengan para gadis-gadis.

 

Gayung bersambut, pada medio 90-an Paninaro mendapatkan tingkat eksistensi yang terus menurun. Hal ini diakibatkan oleh para pegiat yang lebih tua sudah tidak lagi percaya bahwa Paninaro adalah gerakan yang cukup menarik banyak perhatian. Mereka menjual apa yang mereka pakai untuk mendapatkan keuntungan dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tidak hanya itu, mereka juga mulai meninggalkan gaya hidup mereka di era 80-an yang akhirnya pakaian Amerika, makanan cepat saji, dan film aksi tidak lagi menjadi komoditas eksotis seperti dulu.

 

Namun meskipun bisa dikatakan bahwa eksistensi Paninaro sendiri telah memudar pada tahun 90-an, citra dan gaya hidup khas Paninaro itu mungkin masih terasa hingga hari ini. Sepeda motor trail, kegiatan berkeliling kota dengan pakaian nyentrik yang dibuat dengan lebih baik di era modern ini menjadi salah satu obsesi anak muda yang benar-benar mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitarnya, dan satu hal yang sangat penting, jiwa konsumtif akan pakaian bermerek, sandwich dan makanan cepat saji juga menjadi sangat populer bagi anak muda hingga saat ini.

Comments

Be the first to comment.

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.
Thanks for contacting us! We'll get back to you shortly. Thanks for subscribing Thanks! We will notify you when it becomes available! The max number of items have already been added There is only one item left to add to the cart There are only [num_items] items left to add to the cart