Narcos Football: Kartel Narkoba dan Sepakbola Kolombia

Narcos Football: Kartel Narkoba dan Sepakbola Kolombia

Kolombia, negara yang berada di barat laut Amerika Selatan ini dikenal karena kebudayaannya, dan juga merupakan pusat industri manufaktur terbesar di Amerika Selatan. Kolombia adalah negara yang sangat beragam, hal ini diakibatkan oleh gelombang migrasi dari Eropa, Timur Tengah dan Asia selama abad ke-19 dan ke-20 yang bergabung dengan pemukiman penjajahan Eropa, budak Afrika dan penduduk asli Kolombia sendiri. Negara ini juga menjadi negara terbesar ke-26 di dunia, dan negara ke-empat terbesar di Amerika Selatan (setelah Brasil, Argentina, dan Peru), dengan area lebih dari dua kali Prancis. Di Amerika Latin, negara ini juga negara ketiga untuk jumlah populasi setelah Brasil dan Meksiko. Kolombia juga merupakan kekuatan dengan populasi kedua terbesar yang berbahasa Spanyol di dunia setelah Meksiko.

 

Menjadi negara ke-empat terbesar di Amerika Selatan, rupanya negara dengan julukan Los Cafeteron ini selain daripada penghasil kopi terbesar kedua setelah Brasil, negara ini juga menjadi salah satu negara yang sangat kaya akan jumlah spesies dan menjadi negara yang memiliki jumlah spesies terbesar di dunia. Dibalik semua kekayaannya, negara ini juga menjadikan sepakbola menjadi olahraga yang sangat populer dan berhasil menjadi juara Copa America pada tahun 2001 setelah berhasil menundukkan tim nasional Meksiko dengan skor 1-0.

Namun dibalik populernya dunia sepakbola, negara ini juga selalu dikaitkan dengan kejahatan terorganisir, perang antar geng dan penyelundupan narkoba yang mendunia. Hal ini jelas sangat amat memengaruhi aspek sosial dan dunia sepakbola Kolombia pada saat itu. hingga dunia sepakbola negara ini sempat mendapatkan julukan Narcos Football.

 

Narcos Football

Menurut salah satu profesor di Universitas Antioquia Gonzalo yaitu Medina-Perez, yang mempelajari hubungan antara sepakbola dan kartel narkoba, mengatakan bahwa pada awal tahun 1980-an diyakini menjadi titik dimulainya narco-football. Pada saat itu Los Cafeteron dipimpin oleh Julio Cesar Turbay Ayala, seorang pemimpin dengan sudut pandang liberal. Dalam kebijakan sector ekonomi, pria kelahiran Bogota ini memberlakukan mekanisme yang memungkinkan legalisasi beberapa kegiatan yang sebelumnya dianggap ilegal, seperti narkoba. "Itu adalah pintu gerbang pengedar narkoba yang mulai menunjukkan kekuatan ekonomi mereka dan menerapkannya di berbagai bidang. Hal ini mencakup dunia industri, perdagangan, keuangan dan, tentu saja, sepakbola," ujar Medina Perez kepada Ewan Mackenna dalam laporannya yang berjudul "Narco-Football Is Dead: Celebrating a Colombia Reborn" yang tayang di Bleachrreport.

 

Versi lain mengenai narco football juga mengatakan awal mula kartel narkoba yang menginisiasikan narco football ketika sekelompok penyelundup ganja di Santa Marta menggelontorkan dana pada klub yang berbasis di Santa Marta, Union Magdalena, klub pertama yang diperkuat oleh pemain berambut ikal nan nyentrik, Carlos Valderrama. Proses akuisisi ini dilakukan oleh Eduardo Enrique Davila, seorang kartel narkoba yang sejak tahun 1973 diidentifikasi sebagai eksportir ganja terbesar ke Italia, Puerto Rico dan Amerika Serikat.

Keterlibatan kartel narkoba juga rupanya menghinggapi klub Santa Fe. Menurut beberapa berita, utang klub dilunasi oleh Fernando Carrillo, seorang politikus dan pemilik Grup Inverca. Pada Mei 1981, Carillo dituding terlibat pengiriman kokain ke Florida. Usai itu, kepemilikan Santa Fe beralih ke kartel lainnya yaitu dua bersaudara Silvio dan Phanor Arizabaleta-Arzayus.

 

Nama lain yang populer adalah Orejuela bersaudara yakni Miguel dan Rodriguez yang menguasai klub América de Cali. Dibawah kekuasaan Orejela bersaudara, klub asal Santiago De Cali ini kedatangan pemain-pemain hebat pada masa itu. Miguel dan Rodriguez mampu mendatangkan pemain seperti Roberto Cabanas (Paraguay), Julio Uribe (Peru) dan Ricardo Gareca (Argentina). De Cali pun sukses melenggang sampai final kejuaraan kontinental Copa Libertadores selama tiga musim berturut-turut 1985-1987. Sedangkan klub lainnya yang didanai oleh kartel narkoba lainnya juga adalah Independiente Medellin yang disebut-sebut dikendalikan oleh gangster Hector Mesa dan Pablo Correa Ramos.

Sebagai ibukota Kolombia, kartel narkoba asal Bogota rupanya tidak mau kehilangan tajinya. Pada saat itu muncul satu nama kartel yang cukup kondang, José Gonzalo Rodríguez Gacha atau yang lebih dikenal dengan nama "El Mexicano". Sebelum mengambil alih klub asal ibukota Kolombia Millonarios, ia terlebih dahulu membunuh pemilik klub sebelumnya. Setelah berhasil merebut kekuasaan, Millonarios berhasil menjuarai kompetisi lokal pada 1987 dan 1988. Namun, ada sosok kartel narkoba yang sangat mencuri perhatian khalayak luas, Pablo Emilio Escobar Gaviria, atau yang lebih dikenal dengan nama Pablo Escobar.

 

Pablo Escobar dan Sepakbola Kolombia.

Memang dirasa cukup sulit terbantahkan jika El Patron memiliki pengaruh besar terhadap Kolombia. Sosok yang menjadi raja narkoba ini menguasai dunia bawah tanah, pemerintahan, dan polisi. Bahkan, Escobar juga ikut campur pada sepak bola, olahraga yang digemarinya. Pablo Escobar sendiri menjadi salah satu figur penting bagi Kolombia. Meski uang yang dihasilkan dari perdagangan barang haram tersebut, ia tetap memiliki jasa dalam membangun perekonomian dan sumber daya manusia di sekitar Medelline. Salah satu jasanya adalah membangun sepakbola bagi negara di Amerika Selatan ini.

 

Pada pertengahan tahun 1970-an, Escobar menyadari penyelundupan Narkoba adalah bisnis terbaik untuknya. Ia pun menjadi sosok yang berperan penting di balik popularitas kokain di Florida, Amerika Serikat. Banyak media memberitakan bahwa Escobar memasok 80 persen kokain di Amerika. Alhasil, Escobar diprakirakan memiliki kekayaan hingga 50 miliar dollar Amerika Serikat. Hal ini mengakibatkan Pablo Escobar bermasalah,  namun masalah yang ia hadapi dirasa tidak lurah, masalah yang ia hadapi adalah ketika raja narkoba asal Kolombia ini terlalu banyak uang yang membuat pemerintah Amerika mulai mencium tindak tanduk Escobar di dunia yang ia geluti. Pablo Escobar pun mulai mengendus potensi sepak bola untuk dijadikan  ladang pencucian uang. Roberto yang pada saat itu menjadi pengatur keuangan bisnis haram El Patron yang memiliki julukan sang akuntan juga memberikan lampu hijau untuk rencana Escobar tersebut.

Sepakbola bukan sekadar media money laundry bagi raja narkoba ini. Ia memang sangat mencintai olahraga ini bahkan mungkin sejak sebelum memutuskan menjadi seorang kartel narkoba. Pablo Escobar memang bukan seorang atlet atau pemain bola profesional. Namun karena rasa cintanya akan dunia sepakbola, ia membangun lapangan di desa yang kumuh hanya untuk melihat lapangan itu dipakai bermain bola oleh masyarakat sekitar.

 

El Patron tidak memandang klub mentereng yang jauh dari Kolombia. Raja narkotika ini memilih klub asal kota kelahirannya, Atletico Nacional Medellin, sebagai klub yang ia gunakan sebagai tempat mencuci uang. Escobar memiliki ambisi untuk mengubah wajah Atletico Nacional menjadi klub terbaik di Amerika Selatan.

 

Pria yang identik dengan kumis tebal dan rambut ikal itu tidak pernah sekalipun masuk dalam susunan manajemen Atletico Nacional. Namun, sudah menjadi konsumsi public bahwa sosok Escobar lah yang menjadi nahkoda dibalik klub asal kota Medellin ini.

 

"Masuknya uang narkoba ke sepak bola memungkinkan kami memboyong pemain asing yang hebat," ujar Maturana, manajer Nacional dari 1987 hingga 1990.

 

"Itu juga membuat pemain terbaik kami tidak hengkang. Level permainan meningkat. Orang-orang melihat kondisi kami dan mengatakan Escobar terlibat. Namun, mereka tidak pernah bisa membuktikannya.” Tambahnya.

 

Tidak berhenti sampai disitu, Kartel narkoba yang sangat terkenal ini juga menggelontorkan dana pada klub rival sekota Nacional, Deportivo Independiente Medellin (DIM). Escobar sering terlihat berada di tribun Estadio Atanasio Girardot ketika DIM sedang bertanding.

Berkat uluran tangan kartel narkoba ini juga,Atletico Nacional menjadi klub yang sangat patut untuk dipertimbangkan. Puncaknya, mereka memenangi Copa Libertadores, gelaran paling bergensi di Amerika Selatan setelah mengalahkan klub asal Paraguay, Olimpia, di laga final yang disaksikan langsung oleh pemilik klub, Pablo Emilio Escobar Gaviria.

 

Keberhasilan Atletico Nacional disambut dengan euforia yang sangat luar biasa. "Pablo melompat dan berteriak dengan setiap gol," ujar Jhon Jairo Velasquez Vasquez, alias Popeye, orang kepercayaan Escobar yang melakukan lebih dari 200 pembunuhan untuk kartel asal Medellin ini.

 

"Saya tidak pernah melihatnya gembira. Biasanya, dia adalah balok es," tambahnya.

 

Kemudian, para pemain Nacional dipanggil ke peternakan miliknya untuk berpesta. "Para pemain datang untuk mengambil bonus. Bagi Pablo, para pemain bukan komoditas. Mereka adalah teman. Itu melampaui uang karena dia ingin para pemain bahagia," ujar Jaime Gaviria.

 

Kemenangan ini menjadi prestasi setelah klub Kolombia berhasil menjadi juara di tingkat internasional. Prestasi ini adalah kebanggaan bagi negara yang berada di Amerika Selatan. "Negara kami sangat bangga padamu," ujar Presiden César Gaviria dalam percakapan telepon yang direkam oleh striker Faustino Asprilla. "Anda telah membawa citra bagus pada Kolombia. Escobar begitu mencintai sepakbola Kolombia dan Atletico Nacional. "Nacional adalah tim Escobar, tentu saja," kata "Chonto" Herrera. "Saya bermain di sana selama 10 tahun, dan memang dia berinvestasi banyak di belakang layar. Tetapi saya tidak pernah bertemu dengannya. Tapi semua orang tahu dia adalah orang yang bersemangat tentang sepakbola," katanya.

"Bukan hanya melulu soal Nacional. Dia menyukai sepakbola di luar itu. Dia memiliki lapangan sepakbola di peternakannya, dia membangun lapangan di daerah-daerah miskin yang memberi anak-anak tempat untuk bermain, dan banyak pemain bagus lahir dari lapangan-lapangan itu," tambahnya.

 

Escobar sangat kental dengan dunia narkoba pada saat itu hingga ia menjadi pemuncak rantai kartel di Kolombia. Namun rupaya bukan karena dia yang terpintar. Faktanya dialah kartel paling bengis. Tidak ada data yang pasti berapa banyak nyawa yang ia renggut, baik secara langsung atau melalui kaki tangannya, tetapi berdasarkan tangan kanan Pablo, diperkirakan ia sudah membunuh 4.500 orang.

 

Ketika kartel narkoba "El Mexicano" menyuap wasit Alvaro Ortega untuk memuluskan perjalanan timnya mengalahkan Atlético Nacional, tanpa tedeng aling-aling, Escobar tanpa berfikir panjang langsung mengeksekusi sang wasit beberapa hari setelah pertandingan tersebut berlangsung. Kebengisannya pun tidak hanya sampai disitu, ia pun tak pikir-pikir saat meledakkan mobil calon presiden Luis Carlos Galán yang menyerukan agar mengekstradisinya ke Amerika Serikat. Ketika pengganti Galán, yakni César Gaviria, menyerukan hal serupa, Escobar meledakkan pesawat ditumpangi Galán, meskipun target yang ia tuju tidak menaiki pesawat itu.

 

Aksi bengis yang dilakukan oleh kartel narkoba kelas wahid ini memicu perburuan selama 15 bulan yang dilakukan oleh Pasukan Khusus AS, Kepolisian Nasional Kolombia dan aliansi kartel narkoba lain yang dikenal sebagai Los Pepes (Los Perseguidos por Pablo Escobar alias Orang-Orang yang Dianiaya oleh Pablo Escobar).

 

Pasukan Khusus AS berhasil menemukannya dan menembak mati  Escobar pada 2 Desember 1993. Dia dimakamkan dengan bendera klub asal kota kelahirannya Atletico Nacional di atas peti matinya, dan enam bulan setelah kematiannya, enam pemain Nacional masuk dalam skuad Piala Dunia 1994 yang menurut Pele pada saat itu sebagai kandidat juara Piala Dunia. Namun tetapi prediksi legenda sepakbola Brasil itu dapat terbantahkan gara-gara gol bunuh diri Andreas Escobar. Semua orang meyakini jika saja El Patron masih hidup, tak akan ada yang berani membunuh Andreas. Pasca kematian duo Escobar ini, perlahan tapi pasti pengaruh narco-football di Kolombia mulai menipis. Hal itu terjadi seiring perang habis-habisan aparat memberantas para kartel.

Apa yang telah dilakukan kartel narkoba ini tidak dapat dipandang sebelah mata, Pablo Escobar memiliki pengaruh besar untuk sepakbola Kolombia. Berawal dari kecintaanya terhadap sikulit bundar tersebut, Escobar berhasil menjadi sosok yang turut membangun sepak bola di tanah kelahirannya, meski dengan cara yang tidak terpuji. Kematian Escobar nyatanya menghadirkan awan hitam bagi sepak bola Kolombia sebelum kembali seperti saat ini. Selamat jalan El Patron.

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.