Pertahanan Teritorial, Pertarungan dan Mentalitas

Pertahanan Teritorial, Pertarungan dan Mentalitas

 

Italia, negara yang selalu di identikan dengan Colosseum dan Menara Pisa ini menjadi salah satu negara yang memiliki daya tarik tersendiri dari masyarakat luas diberbagai belahan penjuru dunia. Selain daripada itu, negara yang menjadi salah satu tolak ukur pada dunia mode dan fashion ini memiliki tim sepak bola yang tersebar dibeberapa kota di Italia. Hal ini menjadikan Italia juga memiliki Tim Nasional yang sering berkancah di Piala Dunia dan tim yang berlaga di kasta tertinggi Liga Italia atau yang biasa juga disebut Serie A ini sering ikut terlibat dalam gelaran tertinggi di Eropa yaitu UEFA Champion League.

 

Bagi para pecinta dunia sepak bola, negara yang juga dikenal dengan arsitekturnya yang sangat mencolok ini bukanlah negara yang asing lagi. Italia memang sangat patut untuk diperhitungkan dalam kancah sepak bola internasional, siapa yang tidak mengenal Gianfranco Zola, Christian Vieri, Franco Baresi, Roberto Baggio, Francesco Totti, dan jenderal lapangan tengah asal Flero yaitu Andrea Pirlo? Ya, mungkin nama-nama tersebut adalah beberapa nama yang sangat terkenal dalam sepak bola Italia hingga dunia.

 

Dengan pemain dan tim yang sangat terkenal diberbagai belahan dunia, tidak mungkin tidak, atmosfir sepak bola Italia menjadi sangat menarik untuk kita ulas. Sisi suporter dan bagaimana mereka mendukung tim kesayangan mereka yang dikenal dan diadopsi oleh banyak kelompok suporter di dunia. Tidak hanya itu, ternyata Italia memiliki beberapa masalah dalam banyak aspek yang dilakukan oleh suporter disana. Tetapi, hal ini tidak membuat Italia dan suporter disana menjadi menciut dan membuat prestasi sepak bola Italia menjadi kerdil dimata dunia.

 

 

Rupanya hal ini tidak dapat lepas begitu saja dari sejarah sepak bola Italia. Olahraga semacam sepak bola pertama kali diperkenalkan kepada rakyat Italia oleh bangsa Romawi pada tahun 700-800 SM dengan nama permainan Harpastum yang diperkirakan muncul pada abad 14-15 M, di Italia berkembang olahraga sejenis sepak bola yang dibuat untuk menggantikan tradisi Harpastum yang diperkenalkan oleh bangsa Romawi pada saat itu. Olahraga ini dinamakan Calcio di Florentino yang diselenggarakan tiap tahunnya di Plaza Della Novere di kota Firenze, Italia. Gayung bersambut, kedatangan bangsa Inggris ke Italia pada abad ke-19 menandai era masuknya sepak bola modern ke Italia. Kepopuleran sepak bola membuat tokoh-tokoh politik terkemuka di Italia pun merasa terpanggil untuk memanfaatkan sepak bola untuk kepentingan mereka.

 

Selanjutnya, berbagai kepentingan terutama pengaruh politik dan sosial memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam perkembangan sepak bola di Italia. Sepak bola menjadi alat politik bagi para politikus ternama Italia guna mencapai kepopuleran di kalangan pemerintahan. Sepak bola turut menjadi kewajiban bagi kalangan masyarakat Italia dalam pembentukan karakter dan kehidupan sosial dari rakyat Italia yang terkenal heterogen. Sepak bola menjadi kebanggaan sekaligus kontroversi terbesar dalam kehidupan masyarakat di negara Italia. Uniknya, sepak bola di Italia hampir selalu mencapai prestasi tertinggi ketika berada dibawah bayang-bayang kontroversi yang mengiringi perkembangan olahraga ini dalam masyarakat Italia. Olahraga sepak bola di Italia turut berpengaruh pada pola pikir masyarakat Italia dalam menyikapi berbagai hal seputar kehidupan negara mereka, seperti kehidupan berpolitik dan isu sosial yang berkembang di kalangan masyarakat Italia.

 

 

Dalam dunia suporter sepak bola, Italia memiliki kelompok suporter yang sangat militant dalam membela tim kebanggan mereka. Ultras, nama yang sangat familiar dalam kalangan suporter sepak bola dan pecinta sepak bola diseluruh dunia. "Ultrà" adalah istilah dari Italia yang memiliki makna "melampaui batas". Kata ini berhasil diterapkan pada keadaan sebenarnya pada saat itu, penafsiran kata ultra ini menandakan bahwa ultras lebih dari sekadar suporter sepak bola yang biasa saja atau sama dengan suporter sepak bola lain pada umumnya. Nama ultras sendiri diparkarsai oleh surat kabar Italia "Gazzetta dello sport" pada tahun 1968, bagi mereka para pendukung yang memiliki tingkah nyeleneh dan tidak lazim pada saat itu. Adegan pertama yang media sorot adalah ketika penggemar AC Turin mengikuti seorang wasit ke bandara dan merusak beberapa fasilitas yang ada di bandara tersebut. Beberapa bulan kemudian, pada tahun 1969, “Ultras Tito Cucchiaroni” didirikan di Genoa. Ini adalah permulaan penggunaan istilah ultras itu sendiri.

 

 

Kelompok pendukung sepak bola di Italia sendiri adalah Fossa dei Lioni (Sarang Singa) didirikan di Milan pada tahun 1968. Terdiri dari para pendukung AC Milan. Pada tahun 1969, banyak grup ultra lainnya didirikan, terutama di Italia bagian utara, seperti misalnya Boys S.A.N. (Squadre d'Azione Nerazzurre; “Black And Blue Action Units”), yang merupakan kelompok ultras pertama yang menyatakan diri mereka sebagai organisasi sayap kanan. Kemudian, pada tahun 1972, gerakan ultra sampai ke Italia bagian selatan ketika The Commando Ultrà didirikan di Napoli. Terakhir, para pendukung AS Roma yang mendirikan “Commando Ultrà Curva Sud” (CUCS) pada tahun 1977, dan disinilah penyebaran gerakan ultra tersebut meliputi seluruh bagian Italia. Di awal tahun 1970-an, tidak ada satu pun tim di Italia yang tidak melabeli mereka dengan kata ultras, salah satu dari tiga divisi tertinggi (Serie A, B dan C), setidaknya mereka memiliki satu kelompok ultra di antara pendukung mereka. Sebagian besar pengelompokan ini kecuali untuk Boys S.A.N. di Milan- didirikan oleh orang-orang yang setidaknya bersimpati dengan partai-partai sayap kiri di Italia seperti "Partito Comunista Italiano", Partai Komunis Italia.Hal ini menjadi sesuatu yang sangat lazim di Italia ketika orang-orang Italia menyadari bahwa pada akhir tahun 60-an dan 70-an juga merupakan akhir dari perlawanan remaja dan anak muda di Italia dan stadion sepak bola pasti menjadi suatu media bagi mereka sebagai yang mereka gambarkan semacam area di mana tidak ada yang menghalangi mereka untuk bersama dan perkelahian jalanan yang merayakan kesenangan mereka.

 

 

Komposisi utama dari agenda ultra modern adalah tema yang selalu berjalan ditempat tentang diskriminasi rasial yang sangat membenci orang asing dan orang kulit berwarna. Tidak hanya itu, dominasi media dan polisi di negara ini pun menjadi sosok yang sangat dibenci oleh para ultras . Pemberitaan yang selalu mewarnai berita dalam surat kabar Italia membuat para ultras ini meradang dan naik darah. Mereka melabeli bahwa media adalah “sekumpulan bajingan”. Pihak media juga melabeli para ultras sebagai “sekelompok bajingan dan preman jalanan yang sedang berkumpul”. Tidak hanya sampai disitu, media Italia beberapa kali memberitakan ketika sedang ada pertandingan berlangsung, di stadion sedang berlangsung transaksi narkoba dan kejahatan lainnya, pantas para ultras ini merasa geram, tetapi mungkin ini adalah tugas media sebagai “Watch Dog”.

 

Sebagian besar kelompok Ultra memiliki hubungan kuat dengan sindikat kejahatan terorganisir, termasuk Mafia. Beberapa dari kelompok terbesar adalah Droogs of Juventus, dinamai menurut nama preman kejam di A Clockwork Orange, dan Lazio dari Irriducibili. Sebagian besar kelompok juga memiliki nama, simbol, slogan, dan penghormatan neo-fasis, yang menggunakan kata-kata dan cita-cita Hitler dan Mussolini, dan membenci orang asing. Banyak kelompok Ultra memiliki hubungan dengan sayap kanan, dan masing-masing memiliki "Presiden" atau yang biasa mereka sebut capo, yang memberi perintah pada pertemuan gaya militer sebelum pertandingan.

 

 

Di pertemuan inilah anggota inti memutuskan slogan pertandingan, lagu, serangan, dan penyergapan. Semua anggota Ultra berpakaian identik dan, untuk pertandingan besar, mereka menghabiskan puluhan ribu euro untuk apa yang mereka sebut "koreografi" mosaik stadion, ejekan, bendera, dan suar. Spanduk kelompok ultra sendiri seperti pembawa berita militer dan mereka akan berjuang sampai mati untuk itu.

 

Pada dasarnya, ultras Italia adalah sekelompok geng yang sering melakukan tindak kekerasan yang terafiliasi dengan tim sepak bola yang bertarung di jalanan pada hari pertandingan dengan gagang kapak, batang besi, rantai, ketapel, flare, kapak, pisau, dan pistol. Banyak ultras mengatakan bahwa mereka tidak peduli dengan sepak bola “ini semua tentang pertahanan teritorial, tentang warna, pertarungan, dan mentalitas".Sekarang, semua tribun utama stadion Italia dikendalikan oleh Ultra hard-core yang menerima tiket gratis dan dukungan politik karena kekuatan jumlah mereka begitu besar dan ancaman kekacauan publik yang kejam selalu hadir dalam laga-laga penting.

 

Meskipun Ultras Italia tidak diragukan lagi bersalah atas perilaku mereka, ketidaktahuan dan kelonggaran Serie A dan IFF bisa ditertawakan. Kegagalan mereka untuk menangani insiden rasial telah mengakibatkan kegagalan yang tak terhindarkan dalam memberantas pelecehan dan isu rasial. Selain itu, sejumlah badan anti-diskriminatif melancarkan serangan pedas ke liga, termasuk organisasi sepak bola Eropa 'Fare'. Seorang juru bicara utama organisasi tersebut menyatakan bahwa kampanye tersebut adalah 'lelucon sakit' untuk liga yang gagal menangani dehumanisasi pemain kulit hitam oleh penggemarnya sendiri setiap minggu.

 

Evolusi dalam dunia ultra yang membuat salah satu pentolan yaitu Ciccio Conforti, seorang ultra pada era 1980-an, sedih. Ciccio Conforti mengatakan “Sungguh, sangat menyakitkan bagi saya untuk melihat apa yang terjadi di teras sekarang,” pentolan ultras 80-an ini sangat amat tersinggung dengan kalimat, “mengabaikan permainan tersebut”.“Itu membuat saya sangat menderita. Karena saya tahu kita bertanggung jawab, kamulah yang menciptakan dunia ini. Tapi hal itu telah lepas kendali, terjadi peningkatan, dan kami telah beralih dari adu tinju menjadi pisau, dari pisau menjadi flare, dari flare hingga penyergapan, bom molotov, bom, dan pistol, Itu semakin buruk.” Ujar Ciccio Conforti.

 

Sulit untuk melihat sepak bola Italia melepaskan diri dari masalah ultra, masalah yang telah menjangkiti selama lebih dari 50 tahun. Kombinasi dari ketidaktahuan dan setengah hati dari otoritas sepak bola dengan keras kepala dan pembangkangan dari para pendukung hooliganistik telah mencegah peluang serius untuk mereformasi masalah tersebut. Dengan lebih dari 40.000 individu mengidentifikasi diri mereka sebagai ultras ekstrem di seluruh Italia, negara ini sangat membutuhkan perubahan. Institut Italia harus bekerja dengan penggemar untuk menemukan keseimbangan. Semangat dan loyalitas harus tetap sama, tetapi kriminalitas, pemerasan dan diskriminasi harus diberantas. Sampai badan pemerintah memberlakukan larangan seumur hidup yang tidak dapat diubah dan hukuman yang lebih ketat, salah satu harta nasional negara itu akan selamanya menyerah pada gembong perusuh dan dunia bawah tanah yang gelap tempat mereka mengelilingi diri mereka sendiri.

 

Penulis: Rifqi Maulana

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.