Rivalitas Tanpa Menyentuh Profesi

Rivalitas Tanpa Menyentuh Profesi

Rivalitas, kata yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan pecinta olahraga khususnya sepakbola. Tidak hanya di Eropa, rivalitas ini memang menjamur jauh sampai ke Afrika, Amerika hingga sampai ke Asia. Memang, kata ini memiliki juga makna yang berarti persaingan, pertentangan hingga permusuhan. Maka dari itu, kata ini selalu identik dengan dunia sepakbola, khususnya dalam ranah suporter.

 

Fanatisme suporter sepakbola memang sangat kental dengan segala hal yang menghampiri mereka. Suporter kerap kali bertindak bagai pahlawan yang siap membela tim kebanggaan mereka dengan waktu yang tak terhingga. Bentuk dukungan mereka pun beragam, seperti misalnya teriakan dilapangan dan menciptakan euphoria yang sangat mendukung dalam stadion. Tetapi terkadang para suporter ini kerap melakukan hal diluar nalar manusia lain pada umumnya. Tetapi hal inilah yang menjadikan suporter menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam olahraga yang melibatkan si kulit bundar ini.

 

Kata rivalitas ini memang dengan sengaja dipelihara oleh para kelompok suporter ataupun individu yang merasa bahwa hal inilah yang menjadi salah satu alasan mereka mencintai tim yang mereka cintai. Walaupun tidak semua suporter memahami sepenuhnya apa itu arti rivalitas, mereka tidak segan melabeli lawan atau musuh mereka dengan cap “rival”.

 

Eropa menjadi salah satu benua yang memiliki rivalitas dalam dunia sepakbola yang sangat beragam dan tidak jarang membahayakan mereka. Seperti rivalitas antara Celtic dengan Rangers, pertemuan antara kedua tim yang bermain diliga skotlandia ini pada awal mulanya biasa saja, malah terkesan membosankan. Namun, atas izin ego dan kesewenangan para pemilik kepentingan, pertandingan ini dibalut dengan rivalitas yang dilengkapi dengan unsur politik, agama, sosial dan hal lainnya yang membuat pertandingan dengan julukan old firm derby ini menjadi sesuatu yang sangat amat layak untuk disaksikan.

Selain daripada Eropa, rivalitas yang hinggap dalam tubuh sepakbola pun rupanya hadir dinegara dunia ketiga yang sepakbola nya gitu-gitu aja dari dulu, dulu sih pernah lumayan prestasi nya, tapi ya itu dulu. Negara dengan peringkat 173 FIFA ini memang selalu dipenuhi dengan intrik, jadwal molor lah, match fixing lah, wasit yang gak becus lah sama masih banyak lagi masalah yang menggerogoti tubuh sepakbola Indonesia, tapi hal ini juga yang bikin sepakbola Indonesia sangat menarik untuk dinikmati, no var in this league!

 

Tingkah fanatisme suporter Indonesia memang terkenal berisik dan tidak dapat diatur. Banyak pemain terintimidasi. Meski begitu, hal tersebut juga menjadi boomerang bagi tuan rumah, karena tidak sedikit team sulit mengembangkan permainan karena tuntutan supporter. Karena apa? Karena mengumpat itu mudah dari pada melakoninya.

 

Emang sih ini semua belum menggambarkan secara keseluruhan dari wajah dan kondisi suporter sepakbola Indonesia secara keseluruhan, karena sejatinya suporter sepakbola indonesia itu sangat majemuk sekali. Ini hanya sedikit mewakili secara garis besar saja.

 

Dengan masalah yang telah menjadi gunung es, sepakbola Indonesia rupanya belum sanggup ngurusin suporter yang makin sini makin badung dan makin aneh kelakuannya. Oke, hal besar yang selalu menjadi momok bagi sepakbola Indonesia adalah tiket yang gak teratur, siapapun bisa masuk asal ada temen yang jaga atau privilege lainnya, yang kedua tingkah primitif suporter yang belagak jagoan selalu hadir diatas tribun, dating mabok kenceng, mata seblay muka longsor, ngoahahaha masih banyak sih model kaya gini, kerjaan nya juga bikin rusuh gak jelas diatas tribun, lempar-lempar botol isi aer kencing lah atau apalah, untung lagi pandemic ya jadi gak sering-sering nemuin yang ginian ya hahaha skip ah.

Selain daripada itu, rasisme dan tindak bodoh lainnya pun masih mewarnai tribun stadion sepakbola Indonesia. Ngerasa paling oke dengan kulit berwarna dan ngatain orang dengan sebutan hewan emang udah gak aneh lagi di sepakbola Indonesia. Pemain dengan kulit hitam pasti menjadi sasaran barisan manusia sempurna ini dengan kapasitas otak gak lebih dari colokan hp modern saat ini.  Emang kayanya bukan hal yang gampang juga sih ngontrol puluhan ribu kepala di atas tribun, mikirin satu kelompok aja kadang bingung kali ya apalagi seisi stadion, tapikan bisa kali ngasih tau orang jangan gitu juga kalo ngeluapin emosi ke pemain lawan mas, gak baik, siap Fiersa Besari, tapi emang udah seharusnya kita gak ngasih tempat buat para pelaku rasisme dan isu rasial lainnya diatas tribun.

 

Beberapa kisah diatas menjadi contoh masalah yang sangat sering terjadi dalam sepakbola Indonesia, gak sedikit juga suporter yang memiliki alasan “ini masalah nurani dan emosional dalam hati mas” okeeee, sepakbola emang jadi satu dari sekian banyak olahraga yang menyita perhatian khalayak luas dengan menguras mental dan emosi ketika menyaksikannya, uang juga kadang ikut kekuras, tapi bodo amat, pokonya bal-balan diatas segalanya, hidup tim sepakbola! pembenaran yang sangat layak untuk di sah kan, karena sejatinya sesuatu yang sudah mengakar akan menjadi sesuatu yang membutakan banyak orang. Suporter sepakbola emang susah banget di prediksi tingkah lakunya, kayanya apa yang dilakukan mereka tuh impact atau respon dari permainan dan tingkah laku pemain yang bertarung dilapangan, tidak dapat dipungkiri, suporter yang jadi pendukung dan pemain yang jadi penghibur menjadi satu kesatuan yang dengan khidmat melakukan perkawinan yang sangat intim dalam sebuah stadion.

 

Namun, selain daripada itu semua, salah satu hal menyebalkan lainnya adalah ketika kelompok atau individu yang secara bangga dan tegas mengumpat dan mencaci kelompok suporter lainnya dengan kalimat-kalimat yang tidak pantas diucapkan oleh kelompok suporter pada kelompok suporter lainnya, tapikan ini sepakbola, ada bahasa khusus yang spontan akan keluar dari mulut suporter, okeee pembenaran yang tidak dapat selalu dijadikan pembenaran seutuhnya. Masalah bahasa sepakbola yang spontan akan keluar dari mulut suporter emang hal yang sangat wajar, tapi tetep ada batasan kan? Gak semua omongan, kata atau kalimat bisa kalian ungkapkan diatas tribun.

 

Ada satu hal yang emang berkembag biak dan menjamur dikalangan suporter, apa itu? jengjeng cacian dengan menggunakan istilah profesi yang seolah-olah sangat identik dengan kota asal tim rival. Speak loud a big no for this choice. Hal yang emang gak penting dan gak relevan ketika kita membawa istilah profesi kedalam rivalitas yang mewarnai sepakbola dewasa ini. Teriakan yang berbentuk cacian didalam stadion ini emang udah bakalan jadi hal yang biasa aja yang juga ikut dibiarin sama suporter lainnya, woy kang somay, tukang baso malang! Tukang ketoprak dan tukang tukang lainnya selalu menjadi bahan ejekan dan cacian dari beberapa suporter yang minim akan rasa menghargai profesi seseorang. Sebenernya apa sih hubungannya tim sepakbola yang jadi lawan tim kebanggaan kita sama profesi yang orang lain kerjain? Gatau, mungkin alesannya Cuma satu, profesi yang udah jadi idiom yang juga terkait dan terikat sama salah satu tim sepakbola, contonya siomay yang selalu di identikin sama kota Bandung, ketoprak yang selalu di identikin sama Jakarta, bakso yang selalu di identikin sama kota Malang, relevan? Jelas sangat tidak relevan dan gak ada hubungannya sama sekali.

 

Ketiga makanan ini emang jadi makanan yang banyak dikonsumsi oleh khalayak luas yang ada dikota tersebut an juga banyak dijual dibeberapa kota di Indonesia. Kalo kalian ngejek suporter Persija dengan ejekan tukang ketoprak itu salah besar, karena ketoprak makanan asal Cirebon, ada juga klaim bahwa makanan ini asal Jawa Tengah, siomay yang jadi ejekan buat suporter dari Bandung, itu juga salah banget, siomay tuh makanan yang diduga berasal dari Mongolia Dalam, Dalam bahasa Mandarin, siomay disebut shaomai, dalam bahasa Kanton disebut siu maai, sedangkan dalam dialek Beijing, disebut shaomai terus jadi ejekan buat suporter Bandung, relevan? Jawab sendiri ah, capek.

Selain daripada ketidak relevanan ejekan yang dilemparkan oleh suporter ke suporter lainnya, cacian yang mengandung istilah profesi ini dirasa sangat tidak manusiawi. Tidak sedikit suporter yang sangat sempurna ini selalu men diskredit kan profesi seseorang yang mungkin ia rasa menjadi sesuatu yang hina dan layak untuk dihinakan, apakah hal ini layak untuk terus menjadi contoh bagi generasi selanjutnya? Atau apakah rivalitas yang dibalut dengan cacian istilah profesi ini menjadi hiburan bagi segelintir suporter? Apakah sepakbola kurang mengibur? Atau rivalitas ini kurang tajem? Asah kali ah

 

Sebenernya gak ada hubungan sama sekali antara ejekan yang menggunakan istilah profesi ini dan mungkin suporter lain juga kaya “paan sih” gak ada rasa kesinggung sedikitpun, malah yang kesinggung malah para pedagang atau orang yang menggeluti profesi yang dijadiin bahan ejekan ini, mungkin kalo mereka harus lempar statement mereka bakalan ngomong “bal-balan mah bal-balan aja kali, gak usah bawa-bawa profesi kita” malah mungkin suatu waktu tindakan bodoh yang berlebihan ini bakalan memengaruhi orang buat gak makan makanan tertentu, pilih-pilih mkanan bukan karena rasa dan selera, pilih-pilih makanan karena rivalitas hahaha jangan sampe lah hal ini terjadi, dan mungkin mulai dari diri kita kali ya yang terus ngasih tau orang-orang yang belum tau mengenai gak ada hubungannya sama sekali umpatan norak itu sama rivalitas yang ada, biar kita semua sama-sama belajar sama lingkungan yang beragam ini kan.

 

Rasisme, tindakan irasional, ejekan dengan istilah profesi dan tindak-tindakan lain yang masih sering dilakukan oleh suporter sepakbola Indonesia memang sudah menjadi sesuatu yang sangat lazim, bahkan dengan mudah diadopsi oleh para suporter awam yang menyempatkan diri menghadiri suatu gelaran di stadion tersebut. Tindakan ini seolah menjadi roda estafet yang terus bergulir mengikuti dimana si kulit bundar itu bergulir. Tua, muda, pria dan wanita mengamini hal ini dengan tidak ada penolakan sedikit pun. Namun rupanya harapan besar dapat mengikis hal-hal yang sangat tidak relevan ini dalam warna-warni suporter sepakbola Indonesia, rivalitas kudu tetep ada biar sepakbola gak bego-bego amat cuma plunga plongo ditontoninnya, tapi rivalitas bawa-bawa profesi buang jauh ajalah, udah mah gak ada hubungannya gak ada urusan sama mereka semua, urusan kalian sama suporter lawan bukan sama kang somay, tukang ketoprak, tukang bakso malang dan tukang-tukang terhormat lainnya. See u!

 

 

Penulis: Rifqi Maulana

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.