Exclusive Interview With Dimaz Maulana, Bawahskor.

Exclusive Interview With Dimaz Maulana, Bawahskor.

Hello Bruv, pada kesepatan kali ini kita ketemu lagi sama salah satu temen kita dari Yogyakarta yang sudi untuk diwawancarai. Dia adalah seorang entrepreneur yang sekaligus juga menjadi pengepul arsip-arsip berharga asal kota Yogyakarta, Indonesia. Pengepul arsip yang sudah cukup lama menggeluti dunia pengarsipan ini bukan tanpa alasan. Beberapa arsip yang ia kumpulkan pun sangat berharga dan fantastis hahaha.

 

Tanpa tedeng aling-aling, kita perkenalkan pengepul arsip dunia sepakbola ini, yaaaaa Dimaz Maulana. Pria asal kota Yogyakarta yang juga saat ini menjadi seorang ayah yang juga mencintai tim sepakbola asal Yogyakarta yaitu PSIM. Saat ini Dimaz Maulana sedang sibuk dengan kegiatannya disekitaran Stadion Mandala Krida .

 

Tidak tanggung-tanggung, Dimaz juga pernah melakukan perjalanan ke Eropa untuk mengunjungi beberapa museum yang ada disana. Apa saja yang Dimaz ceritakan selama pengumpulan arsip selama ini? dan bagaimana sudut pandang Dimaz mengenai arsip-arsip bersejarah di Indonesia? Simak percakapan langsung kami dengan Dimaz Maulana!

 

PTW   :Hello Mas Dimaz, boleh perkenalkan diri lebih jauh tentang Mas Dimaz?

DM      :Halo nama saya Dimaz, pakai Z ya, hehehe. Perkenalan ya,,, saya Dimaz saat ini senang jalan-jalan nonton bola kemana saja. Ketika keluar kota atau keluar negeri juga suka menyambangi stadion atau lapangan. Kalau istilah bule-nya, groundhopping mas.

 

PTW   :Di masa pandemi gini sibuk apa nih mas?

DM      :Masih sibuk dengan Bawahskor, sudah dua tahun ini kami buka lapak kecil di sekitar stadion Mandala Krida. Kalau ada waktu mampirlah…. Apa lagi situasi pandemi tanpa aktifitas sepakbola begitu berbeda. Menantang sih, membuat kita mikir dalam tentang terobosan apa yang harus dibuat. Situasi ini agak beda jika dibandingkan ketika kita disanksi FIFA. Sama-sama tidak ada aktifitas sepakbola tapi berbeda ya, hehe...

 

PTW   :Mas berbicara tentang bawahskor nih, sebenernya bawahskor itu apa sih?

DM      :Banyak yang menanyakan ini sih, apa itu bawahskor? laskar kah? komunitas kah? Namun aku sendiri sering menempatkan bawahskor sebagai bentuk spirit. Sebagai spirit ia mampu hinggap serta berubah bentuk. Karena sejatinya ketika ditanya siapa anggota bawahskor? kadang aku jawab ya, cuma aku. Namun bawahskor saat ini punya sekitar 20 kawan yang biasa dilibatkan ketika penggodokan gagasan.

 

PTW   :Kenapa milih nama “bawahskor” mas?

DM      :Apa yaa,, dulu ini nama bawahskor awalnya dari kawan sekelasku yang juga suporter PSIM (Brajamusti), Ariyanto Palwa. Ia menyebut nama Bawah Skor Mandala atau bisa disingkat BSM. Ketika aku mendengar itu aku merasa terusik plus terkesima. Namanya unik sih, walau tidak langsung menyiratkan sepakbola dibanding dengan brand yang melekatkan embel-embel Football. Kemudian pada tahun 2013 aku singkat jadi Bawahskor. Mandala-nya aku tepikan dulu. Biar ringkes dan tidak terlalu panjang ketika dituliskan.

 

PTW   :Oh iya, kenapa pake simbol kijang dalam logo bawah skor ini mas?

DM      :haaaaa,, ini sebenarnya akal-akalanku aja sihhh. Pada 2013 ketika rebranding aku berfikir ini butuh type logo dan logo. Lalu ketika logo aku berfikir hewan apa yang bisa merepresentasikan suporter? Lalu ketemu ide kenapa tidak rusa aja. Aku ingat lagu lagu suporter, “Panas hujan tak peduli….” nah itu cocok banget sama rusa yang mampu hidup pada segala cuaca. Selain itu rusa adalah hewan komunal.

PTW   :Kapan awal mula Mas Dimaz menggarap bawah skor ini mas? Dan atas dasar apa Mas Dimaz membuat bawah skor ini?

DM      :kalau secara dibentuk Bawahskor lahir pada 2010. Dulu tertarik di dunia merchandise karena belum ada merchandise PSIM yang menarik secara desain maupun kualitas. Untuk itu aku mulai merilis beberapa varian produk seperti polo shirt, tas, hoodie. Awalnya lebih mencoba menjawab merilis desain yang menarik. Tahukan jaman dulu kaos suporter sablonnya depan belakang, aku pribadi kurang begitu suka. Belum banyak desain-desain simpel saat itu.

Kemudian bawahskor sempat vakum karena situasi suporter PSIM tidak kondusif. Aku sendiri sampai tidak pernah mengelola Bawahskor lagi, benar-benar aku tinggal. Aku jadi ingat sempat bikin brand lain yang tidak ada kaitannya dengan bola namun entah kenapa aku tidak merasakan klop.

 

PTW   :Kenapa tertarik untuk mengumpulkan arsip-arsip ini sih mas?

DM      :Wah ini nyambung dengan ketika rebranding. Aku saat itu menemukan pola menarik. Ya bawahskor bergerak sebagai brand namun juga bergerak sebagai pengepul arsip. Arsip ini juga menjadi pertanyaanku ketika bersuporter. Misal saat itu aku pengen menulis buku tentang PSIM. Rencana bukunya lebih tentang gambar-gambar arsip gitu namun saat itu masih awang-awang.

Sampailah pada momen aku memiliki beberapa arsip yang tersimpan di komputerku ketika aku kumpulkan sewaktu menyusun skripsi pada 2011. Arsip-arsip itu aku bagi ke Twitter bersamaan dengan akun Bawahskor dibuat. Kegiatan ini pada tahun 2013, seru sihh animonya.

Kalau sekarang aku lebih banyak mengolah arsip entah jadi suatu tema presentasi pameran atau merchandise atau bahan untuk podcast dan youtube.

Oh iya aku sedang menggarap youtube juga nih, namanya Program SATU-SATU sebuah program menelusuri sejarah PSIM. Memang spesifik sih namun ini penting bagi kami untuk tahu lebih dalam soal sejarah. Namun pada kesempatan lain tidak menutup kemungkinan membicarakan tema lain yang juga beririsan dengan PSIM atau narasi sepakbola.

 

PTW   :Kalau kita ngeliat Instagram nya bawahskor, hampir semua isinya dokumentasi atau arsip dari PSIM, walaupun gak semuanya PSIM sih ya mas, bagaimana proses Mas Dimaz mengumpulkan semua ini?

DM     :Aku banyak terbantu dengan adanya Jogja Library Center. Perpustakaan ini lokasinya unik di kawasan Malioboro. Aku dulu rutin mengambil data di sana. Di sana banyak sekali koran-koran lama. Untuk mengambil data (gambar) kayak foto gratis. Beda dengan kalau kita ke Perpusnas di Jakarta ada biaya untuk setiap hasil scan foto. Jadi sekitar 3 bulan aku rutin ngendon di sana. Alhasil banyak sekali data tentang PSIM dan beberapa klub liga Indonesia juga Timnas Indonesia. Namun arsip klub Indonesia dan Timnas tidak begitu lengkap. Biasanya arsip-arsip itu aku oper ke komunitas literasi suporter. Lumayan bisa menjadi dialog dan menambah jejaring.

PTW   :Sejauh ini, ada gak sih mas arsip yang masih belum di dapet perihal PSIM? Kalau misalkan ada, arsip tentang apa tuh mas?

DM      :Arsip pendirian PSIM pada tahun 1929. Ini susah sekali namun bisa teratasi (mungkin) jika aku bisa mengakses Perpusnas. hehe

 

PTW   :Mas, berbicara tentang atmosfer sepakbola di Yogyakarta yang dimana ada dua tim yang memiliki persaingan cukup menarik antara PSIM sama PSS, gimana nih mas atmosfer disana?

DM      :Wuih, seru sihh gelutan kabeh hehehe. Lha gimana sak wilayah e mas. Seru sihh, kadang saling musuhan kebawa ke pertemanan tapi terkadang kadang saling menertawakan saja haha.

 

PTW   :Selama mengumpulkan arsip dari berbagai cerita, menurut Mas Dimaz cerita mana yang paling menarik?

DM      :Paling menarik ketika menemukan album foto tahun 1956. Wuih itu nggak pernah terpikirkan sih, gila lawas banget. Jadi album foto itu aku temukan ketika menyiapkan pameran PSIM 91 tahun. Album milik Sius Wihardja seorang pemain PSIM saat itu yang juga pernah memperkuat PSSI. Di sana banyak hal yang aku dapat, visual jersey, suasana stadion Kridosono, hingga tim-tim yang pernah bertanding dengan PSIM. Misal ada beberapa negara yang bertandang ke Yogyakarta seperti Timnas Pakistan dan Korea Utara. Usut punya usut ternyata tim-tim itu melakukan tur ke beberapa wilayah di Indonesia usai ikut Ganefo.

Oiya baru-baru ini aku mendapatkan video pertandingan PSIM menjamu Persib Bandung pada tahun 1997 ketika LIGINA IV. Aku dapat infonya malah dari kawan arsiparis sepakbola Bandung, @mah5utari. Jadi, pertandingan itu ditayangkan oleh Jak TV. Dalam siarannya setelah aku telusuri disiarkan oleh ANTV. Ketika tanya kepada kawan-kawan baru tahu kalau Jak TV dan ANTV satu grup perusahaan. Seru sih bisa lihat pertandingan jaman dulu belum pernah aku lihat sebelumnya.

 

 

 

PTW   :Ada gak sih mas apresiasi dari tim atau manajemen PSIM sendiri pada arsip-arsip yang udah Mas Dimaz kumpulkan selama ini?

DM      :Kalau tidak salah tahun lalu manajemen pernah mengontak. Intinya butuh arsip-arsip PSIM namun ketika itu karena kesibukanku belum terjalin lagi komunikasi serta kerjasama. Aku sendiri menilai tingkat tertinggi bagiku selama ini bergelut dengan arsip dan media mampu bersinergi dengan klub secara profesional adalah puncak dari kerja-kerjaku. hehe

 

PTW   :Menurut Mas Dimaz, sepenting apa sih sejarah suatu tim itu?

DM      :Penting sih….hehehe pake banget. Dalam poin ini aku memiliki pandangan bahwa pemahaman tentang sejarah tim itu penting bagi suporternya. Mau 1927, 1929, 1928, 1933 atau tahun berapa pun saja tim yang kamu dukung itu percuma kalau kita sendiri tidak tahu sejarahnya. Rasanya semu saja, kalau pekikan dan coretan di dinding bertuliskan klub dengan tambahan angka tahun pendirian. sia-sia bung… hehe.

Dalam konteks kami di PSIM. Rasa-rasanya manajemen PSIM harus segera mengambil poin ini. Kami punya tagline “warisane simbah” yang kalau kita telaah artinya kita harus menghargai warisan dari pendiri klub ini. Masalahnya sudahkah kita mengetahui siapa pendiri PSIM? apa motif dibentuknya klub ini? Darimana latar belakang pendiri PSIM? pertanyaan itu masih berkutat di kepalaku semoga kawan-kawan yang mendukung PSIM punya pemikiran yang sama minimal sekelebat pernah sekali memikirkannya.

 

PTW   :Kita lihat juga nih di Instagram nya bawahskor, bawahskor pernah melakukan perjalanan ke beberapa kota di Inggris, dalam rangka apa itu mas?

DM     :Awalnya ada kerjaan dua hari di Cardiff. Mereka hanya bisa memberikan akomodasi selama 2 hari saja dan honor 200 pound. Mereka bisa ngasih tiket yang waktunya aku tentukan. Jadi asyik betul tuh jadilah trip ke UK selama 14 hari. Mantap.

 

PTW      :Apa aja nih mas yang di dapat dari sana? Pengarsipan lagi kah?

DM      :Aku berkunjung ke stadion, museum, lapangan dan bar hehehe. Seru sih naik kereta dari Cardiff ke Nottingham. Mengejar bis ke Liverpool usai nonton Millwall di stadion The Den. Banyak sih yang menarik, salah satu nya sama Antony Sutton (Jakarta Casual) ngebeer dari satu pub ke pub di dekat rumahnya. Jadi rumah-rumah tua tahun abad ke-15 dijadikan pub. Pulangnya mampir restoran India, mbungkus Chicken Masala. Sedap.

 

PTW   :Selain daripada mengumpulkan arsip masa lampau, ada gak sih mas movement lain yang dilakukan sama bawah skor?
DM      :Bawahskor sejak 2015 konsisten membikin pameran minimal setahun sekali. Tema nya? selalu PSIM dong. Sejak 2014 mulai bikin OBA: Open Bawahskor (2014), Genealogy of Hope ‘92 (2015), Titik Putih (2017) & This is Away (2018). Selain itu Bawahskor aktif bikin diskusi, tur stadion dan forum jual beli.

PTW   :Mas, tertarik gak sih buat ngumpulin arsip dari Tim Nasional Indonesia?

DM      :Sejauh ini sudah mengumpulkan namun belum banyak sih,, ada keinginan juga ikut berkontribusi ketika akan adanya pembangunan museum sepakbola Indonesia. Semoga ada gagasan untuk membangun museum sepakbola Indonesia.

 

PTW   :Ada media lain selain Instagram gak sih mas? Kaya misalkan blog gitu mas

DM   :Ada bawahskor.wordpress.com, awalnya aku malah berangkat dari blogging sembari mengelola merchandise. Asik sih, jadi sejak awal sudah mengelola media walau masih skala kecil. Bermain di ranah apparel atau clothing dan mengelola media sudah aku jalani sejak Bawahskor didirikan.

PTW   :Mas ada gak sih harapan Mas Dimaz sendiri mengenai suporter sepakbola di Indonesia   kedepannya?

DM      :Bisa bangun museum PSIM di kota Yogyakarta.

 

PTW   :Oke mas terima kasih banyak atas waktunya, semoga sehat selalu

DM      :sama-sama,, jangan lupa mampir kalau Prung! sedang di Jogja.

 

 

 

Interview oleh: Rifqi Maulana

 

 

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.