Morrissey: Eksistensi dan Kontroversi

Morrissey: Eksistensi dan Kontroversi

Steven Patrick Morrissey atau yang lebih familiar dengan nama Morrissey atau Moz adalah seorang pencipta lagu yang sekaligus menjadi penyanyi yang lahir di Manchester, Inggris pada tahun 1959. Mos memulai bermain music ketika ia tergabung dalam suatu grup band punk asal Manchester bernama The Nosebleeds dan menuliskan lagu yang berjudul Peppermint Heaven dan I Think I’am Ready For The Electric Chair, namun sayang, band punk rock asal Manchester ini tidak bertahan lama sebelum mereka mendapatkan lebih banyak tempat untuk menyuarakan apa yang mereka rasakan melalui lantunan lagu yang mereka suguhkan.

 

Setelah memutuskan tidak lagi bermain musik dengan The Nosebleeds, Morrissey mendapatkan tawaran dari Johnny Marr yang pada saat itu memiliki keinginan untuk membuat grup musik bersama dengan penyanyi yang memiliki gaya yang unik dan lucu, yaitu Morrissey. Tanpa tedeng aling-aling, Morrissey pun memberikan jawaban keesokan harinya melalui jaringan telefon, dan sesuatu yang Johnny Marr harapakan terwujud, Morrissey pun bergabung Johnny Marr. Mereka mulai menulis lagu dan merekamnya, namun rupanya Stephen Pomfret yang juga bereperan pemain gitar yang pada saat itu mengantar Jonny Maar bertemu dengan Morrissey pun meninggalkan The Smiths. Tidak lama kemudian Morrissey dan Johnny Marr merekam lagu yang mereka ciptakan yang berjudul The Hand That Rocks the Cradle dan Suffer Little Children yang dibantu oleh Dale Hibbert dan Simon Wolstencroft yang sebelumnya pernah bertemu dengan Johnny Marr pada saat ia masih tergabung dengan Freaky Party. Namun kesialan kembali mengahmapiri Morrissey dan Johnny Marr, setelah tidak lama mereka memproklamirkan nama The Smiths pada tahun 1982.

 

Setelah Dale Hibbert meninggalkan The Smiths, Johnny Marr dan Morrissey segera mengambil langkah cepat dengan melakukan audisi untuk mencari pemain drum guna membantu keberlangsungan The Smiths dan akhirnya mereka mendapatkan sosok yang dapat membantu mereka, ia adalah Mike Joyce. Tidak puas dengan posisi yang menurut mereka belum ideal, mereka lantas mengajak Andy Rourke untuk menempati posisi sebagai pemain bass dan pada saat inilah The Smiths sanggup melahirkan beberapa karya yang sangat fenomenal.

Gayung bersambut, The Smiths berhasil menempatkan karya mereka pada khalayak luas. Musik yang mereka mainkan dinilai memiliki karakter khusus yang sangat berbeda, ketika kita menginat pada saat itu Inggris sedang dilanda kancah musik new wave dan punk. label independen Inggris Rough Trade yang menjadi perusahaan rekaman pertama yang menunjukan ketertarikannya pada The Smiths dengan mengontrak mereka.

 

Di bawah naungan Rough Trade, The Smiths menghasilkan empat buah album, The Smiths (1984), Meat Is Murder (1985), The Queen Is Dead (1986), dan Strangeways, Here We Come (1987). Album-album yang mereka lahirkan menjadi lagu wajib bagi para pecinta The Smiths. Seperti lagu “Nowhere Fast,” “Well I Wonder,” “Bigmouth Strikes Again,” “Girlfriend in a Coma,” “Miserable Lie,” hingga dua lagu yang sangat fenomenal seperti “There Is a Light That Never Goes Out,” serta “Please, Please, Please, Let Me Get What I Want.”

Setelah berhasil menarik perhatian khalayak luas, The Smiths memutuskan untuk tidak lagi menjadi bagian dari kancah music Inggris, khususnya Manchester. Jhonny Marr secara terbuka menyebutkan bahwa ia bersama ketiga temannya tidak lagi melakukan apa yang mereka lakukan sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh pengelolaan manajemen dan konflik antara Morrissey dan Johnny Marr yang mengakibatkan Mike Joyce dan Andy Rourke harus mengikuti ego mereka berdua dan pada tahun 1987 The Smiths resmi tidak lagi berkecimpung dalam dunia musik.

 

Eksistensi dan Kontoversi Morrissey.

Menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam keberlangsungan karir The Smiths, dirasa sangat amat tidak mungkin jika Morrissey tidak menjadi perbincangan. Setelah tidak lagi menjadi vokalis The Smiths, Morrissey seperti tidak kehilangan karisma nya sebagai vokalis yang eksentrik. Eksistensi Morrissey masih terus berlangsung meskipun ia tidak lagi bersama ketiga temannya. Pada tahun 1988 ia menciptakan lagu berjudul Margaret in Guillotine. Lagu yang ia ciptakan bersama Stephen Street ini secara gamblang memperlihatkan kebenciannya pada Perdana Menteri Inggris yaitu Margareth Thatcher. Dalam lagu ini Morrissey menuliskan And people like you, Make me feel so old inside, Please die. Konon setelah lagu ini diluncurkan, Morrissey ditangkap kepolisian Inggris karena ia dirasa cukup berbahaya dan akan mempengaruhi pemuda lainnya dan memunculkan kebencian terhadap Perdana Menteri Inggris pada saat itu.

 

Taji Morrissey tidak berhenti sampai disitu, ia pria yang lahir di Manchester ini berhasil menunjukkan kepiawaiannya dalam menciptakan lagu yang sekaligus menyanyikan lagu yang ia ciptakan dengan melahirkan lebih dari sepuluh album yang telah ia buat sampai saat ini. Dalam beberapa karya yang ia suguhkan, Morrissey tidak menghilangkan citra nya sebagai sosok yang fenomenal.

 

Setelah pada tahun 1988 ia menuliskan lirik yang terlihat sangat sosialis, rupanya Morrissey melupakan itu semua dengan lagu baru nya yang berjudul The National Front Disco. Entah apa yang ada dalam pikiran Morrissey ketika ia menulis lirik lagu tersebut. Namun rupanya ia sedang berandai-andai mengenai negara yang sangat ia cintai. Tulisan yang membuat khalayak luas merasa muak adalah dimana Morrissey menuliskan "England for the English", sebuah keraguan paradigma dalam diri Morrissey, setelah sebelumnya ia menuliskan lirik dalam lagu  Margaret in Guillotine yang jelas melontarkan kebencian pada Perdana Menteri yang sangat kental dengan politik sayap kanan Inggris.

Gayung bersambut, dengan usia yang terus menua, Morrissey rupanya tidak akan pernah menghilangkan sisi kontroversi yang ada pada dirinya. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Harvey Weinstein dan Kevin Spacey pun tak luput dari komentar yang mengandung kontroversi dari pria asal Manchester ini. Morrissey mengutarakan pendapatnya pada kasus ini, namun apa yang ia utarakan berbeda dengan pendapat khalayak luas yang mengutuk kelakuan tidak terpuji tersebut, pernyataan Morrissey justru membela para pelaku. “Setahu saya, dia berada di kamar bersama anak berusia 14 tahun dan usia Kevin Spacey 26 tahun,” ujarnya dalam wawancara dengan media Jerman, Der Spiegel. “Orang akan bertanya-tanya di mana orangtua si anak, dan apakah anak itu benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi?” Setelah mengutarakan pendapatnya yang menjijikan, ia menambahkan, “Itu sebabnya tuduhan semacam itu tidak terdengar kredibel bagi saya. Menurutku, serangan ke Spacey salah sasaran.”

 

Tidak lama dari itu, ia merasa tersudutkan dan menyadari akan kesalahan akan pendapatnya. Tetapi ie tetap mengelak dengan kembali mengumpat media asal Jerman dengan kembali mengatakan bahwa  “Apa saya bakal bunuh Donald Trump [meski saya mengkritiknya]? Ya tidak. Apa saya memberikan dukungan kepada Kevin Spacey? Tentu tidak juga. Apa saya mendukung pelecehan seksual? Tidak pernah,” ucap pria berkebangsaan Inggris yang dilansir BBC. Ia menegaskan Der Spiegel telah gagal “menyampaikan pandangannya secara adil.”

Tingkah tengil dan kontroversi Morrissey rupanya sudah menjadi tabiat. Pada bulan Oktober 2017, Morrissey mengatakan bahwa pemilihan UKIP dicurangi supaya Waters yang notabene aktivis anti-Islam kalah. Cuitan yang menggelitik ini ia ucapkan setelah pemilihan pimpinan Partai Independen UK (UKIP) partai berhaluan populis sayap kanan yang melibatkan Annie Marie Waters dengan Henry Bolton berlangsung,

 

“Saya sangat terkejut ketika melihat Anne Marie Waters tidak terpilih jadi pimpinan UKIP. Ada kecurangan dalam pemungutan suara,” ujar penyanyi dan pencipta lagu asal Inggris itu saat hadir dalam BBC 6 Music. Waters memang dikenal sebagai sosok Islamofobik dan secara terang-terangan menyebut Islam “jahat.” Tak cuma itu, ia juga mendirikan Pegida UK, organisasi ultra-kanan anti imigran yang secara visi-misi bertujuan melawan islamisasi di Inggris.

 

Pada Tahun 2018 Morrissey secara gamblang memperlihatkan dukungannya pada For Britain, partai yang memiliki haluan pada politik sayap kanan yang didukung oleh Tommy Robinson mantan pemimpin English Defence League yang memiliki agenda pengurangan imigrasi Muslim ke Inggris hingga mendekati nol. Hal ini jelas kembali memicu kontroversi yang berlangsung dalam waktu yang sangat panjang dalam tubuh Morrissey. "Saya telah mengikuti pesta baru bernama For Britain," dan “Ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya bahwa saya akan memilih partai politik. Akhirnya, saya punya harapan.” Ujar Morrissey.

Pada tahun 2019 juga Morrissey semakin menunjukkan dukungannya pada partai sayap kanan For Britain. ia terlihat mengenakan lencana For Britain pada saat ia tampil dalam acara The Tonight Show Starring Jimmy Fallon. Sontak membuat fans Morrissey semakin larut dalam kekecawaan karena sosok penuh kontroversi itu pernah dikenal karena ketidaksukaannya yang intens terhadap rasisme dan politisi pada umumnya. Hal ini jelas menjadikan Morrissey menjadi musuh khalayak luas yang membenci pergerakan partai sayap kanan.

 

Kontroversi yang Morrissey lakukan pun berlanjut pada konsernya di Amerika Serikat. Morrissey mengusir seorang pengunjuk rasa anti-sayap kanan dari sebuah pertunjukan di Portland di Amerika Serikat. Selama penampilannya di Moda Center pada tahun 2019, seorang wanita mengangkat dua spanduk protes, satu bergambar logo partai anti-Islam For Britain yang dicoret dengan garis merah dan yang lainnya berruliskan “ Bigmouth Indeed.”

 

Dalam cuplikan yang direkam oleh penonton lainnya pada konser tersebut, Morrissey terlihat menyapa wanita itu setelah lagu kedua malam itu. "Mari kita cukup jujur," katanya. "Ketika Anda dengan tanda dihapus, saya akan melanjutkan." Penggemarnya kemudian bergabung saat dia berulang kali berteriak "pergi", "kami tidak membutuhkanmu" dan "selamat tinggal", memanggil teknisi pencahayaannya untuk menyalakan lampu.

 

Kontroversi yang ia lakukan jelas mendapatkan respon yang kurang sangat beragam, baik respon positif maupun negatif. Pada tahun 2021 ini, ia mengatakan kesulitan mendapatkan label untuk album terbarunya yang sedang ia persiapkan di tahun 2021 yang bertajuk Bonfire Of Teenagers. Di situs webnya, Morrissey Central, Morrissey dikutip mengatakan, "Tahun terburuk dalam hidup saya diakhiri dengan album terbaik dalam hidup saya." Dan ya, dia dikutip. Dia tidak hanya memposting ini, yang merupakan hal yang baik karena sesungguhnya, Morrissey harus berhenti memposting. Pengumuman itu menyimpulkan, “Morrissey tidak ditandatangani. Album ini tersedia untuk penawar tertinggi (atau terendah).”

 

Tidak mengherankan jika Morrissey kesulitan menemukan label. Selama kira-kira satu dekade terakhir, dia telah mengutarakan beberapa komentar rasis yang cukup keji, dengan santai membela Harvey Weinstein, dan menawarkan dukungan publik untuk partai-partai ekstremis sayap kanan di The Tonight Show.

 

Bagaimanapun juga, masyarakat luas akan menjadi hakim atas semua tindak tanduk pria berusia 62 tahun ini. Apakah akan tetap menjadi sosok inspiratif dalam dunia music pop seperti pada era 80an atau justru menjadi seperti badut yang dipolitisasi dalam mencari panggung pertunjukannya demi memuaskan hasrat yang tidak akan pernah berakhir? Atau Morrissey tidak menua dengan baik? Jawabannya hanya ada dalam pikiran kalian, karena baik buruknya Morrissey akan selalu menjadi kontroversi dan mendapatkan cacian sekaligus dukungan yang berjalan beriringan dengan karirnya.

 

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.