Menelisik Perjalanan Panjang Flight Jacket

Menelisik Perjalanan Panjang Flight Jacket

 

Flight jacket, atau yang lebih familiar dengan nama jaket bomber memang sudah tidak asing lagi bagi khalayak luas. Tua, muda, pria dan wanita sudah lazim dalam menggunakan jaket yang terinspirasi dari military fashion ini. Namun rupanya jaket yang sudah lama hadir dalam dunia fashion ini menjalani perjalanan yang cukup panjang hingga saat ini. Beberapa perubahan yang terjadi dari awal kemunculannya menjadikan jaket ini sangat amat terkenal hingga saat ini. terkadang khalayak luas yang mencintai jaket ini kurang memperhatikan dan terkadang mengabaikan perjalanan panjang jaket yang sampai saat ini masih memiliki tempat khusus bagi khalayak luas.

 

Selain daripada perjalanan panjang yang akhirnya melakukan beberapa perubahan, jaket satu ini rupanya menarik perhatian banyak gerakan subkultur pemuda dari tahun 60-an hingga saat ini. Bagaimana tidak, gerakan pemuda di Inggris pada akhir tahun 60-an menjadi salah satu titik awal bagaimana jaket bomber menjadi sangat menjamur hingga ke berbagai belahan dunia lainnya. Gaya jalanan ala pemuda Amerika pun menjadi salah satu penyebab jaket ini digilai oleh berbagai kalangan yang tertarik dalam dunia fashion, khususnya military fashion.

 

Jaket yang terinspirasi dari apa yang digunakan para penerbang di masa Perang Dunia ini memang tidak melulu berbircara tentang fashion semata, namun fungsi dan kenyamannya adalah satu dari sekian banyak aspek yang amat sangat diperhatikan pada awalnya. Kali ini Prung Webzine mencoba menelisik bagaimana perjalanan panjang flight jacket atau jaket bomber ini menjalani beberapa evolusi dari awal kemunculannya hingga saat ini jatuh pada pilihan bagi para penikmat fashion di era modern.

 

Perjalanan Flight Jacket

Perang Dunia memang menjadi salah satu kejadian yang sangat mencekam. Namun dibalik itu semua, fashion modern tidak bisa menutup mata jika satu dari sebagian banyaknya kejadian yang terjadi dalam masa kelam itu menjadi salah satu inspirasi hingga saat ini.

 

Perang Dunia I menjadi cikal bakal lahirnya jaket bomber. Pada saat itu, kebanyakan pesawat yang digunakan tidak memiliki ruangan cockpit yang tertutup, sehingga udara dingin di ketinggian dengan kecepatan pesawat dapat mengganggu para pilot militer. Kebutuhan akan sesuatu untuk menjaga kehangatan para pilot selama penerbangan inilah yang kemudian melahirkan bomber jacket.

 

Royal Flying Corps di Belgia dan Prancis merupakan perusahaan yang pertama kali mengeluarkan versi bomber jacket berbahan kulit pada tahun 1915. Mereka percaya bahwa kulit adalah bahan terkuat untuk melindungi para pilot dari berbagai kondisi dan situasi yang ekstrem.

Tidak lama setelah itu, militer Amerika memiliki ide yang lebih praktis untuk membuat pakaian mereka sendiri. Tentara Amerika Serikat mendirikan Aviation Clothing Board pada September 1917 dengan mengeluarkan jaket penerbangan berbahan kulit khusus untuk tentara mereka sendiri.

 

Pada tahun 1926, penemu sistem "rip-cord" asal Amerika yaitu Leslie Irvin untuk pertama kalinya merancang dan memproduksi jaket untuk penerbang yang terbuat dari kulit domba. Pada saat itu ia mendirikan perusahaan manufaktur di Inggris dan menjadi pemasok utama jaket penerbang untuk Royal Air Force pada masa perang Dunia II. Karena permintaan akan jaket ini pada awal masa perang begitu besar. Sehingga, membuat perusahaan Irvin menggandeng subkontraktor, yang menjelaskan adanya variasi desain dan warna yang bisa dilihat pada produksi awal jaket ini.

 

Seiring berkembangnya teknologi yang digunakan oleh pesawat pada saat itu, ketinggian pengoperasian pesawat pun meningkat. Beberapa serangan bom besar di Eropa selama Perang Dunia II terjadi dari ketinggian setidaknya 25.000 kaki, di mana suhu kabin pesawat bisa mencapai 50 °C (−58 °F). Kabin pesawat ini tidak berinsulasi, jadi jaket penerbangan yang hangat dan tebal serta dapat menahan hawa dingin merupakan perlengkapan penting bagi setiap anggota awak pesawat.

Dari sanalah munculnya istilah jaket bomber (Bomber Jacket) bermula. Karena memang jaket ini dikhususkan  dipakai oleh pilot pesawat pengebom pada era perang dunia.

 

Perjalanan dan Evolusi Flight Jacket

Jaket A-1 adalah flight jacket pertama yang ditetapkan dan diadopsi secara resmi oleh militer. Pada tahun 1927 permintaan akan nenek moyang jaket bomber ini sangat tinggi sehingga diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Fakta bahwa ia memiliki banyak produsen menghasilkan deskripsi produk yang berbeda-beda, tetapi meskipun demikian, mereka memiliki fitur-fitur penting umum yang menjadi benang merah yang tetap dipenuhi. Namun, jaket A-1 ini tidak bertahan lama.

Pada awal 1930-an, para pilot dan awak kapal rupanya membutuhkan jaket yang lebih efisien guna melindungi penerbangan mereka. Pada saat inilah muncul tipe flight jacket A-2 yang dibuat dari kulit kuda atau kulit kambing. Kedua jaket A-1 dan A-2 memiliki potongan yang sama, tetapi tidak seperti jaket A-1 yang menggunakan kancing, A-2 dilengkapi dengan ritsleting yang kokoh, manset dan bagian pinggang yang lebih elastis dan elegan. Penambahan ritsleting dan kerah pada jaket A-2 yang akan berkontribusi pada kecanggihan dan fungsi tambahan yang dimiliki jaket A-1.

Seperti apa yang terjadi pada A-1, jaket yang dirancang demi kenyamanan pilot pesawat tempur yaitu A-2 yang diciptakan pada tahun 1930 pun digantikan oleh B-3 yang dirancang untuk pilot pesawat pengebom yang perlu naik di ketinggian yang lebih tinggi. Dengan demikian, jaket ini dirasa cukup tepat disebut sebagai “Bomber jacket”. Komposisi bahannya merupakan kombinasi dari kulit domba dan bulu domba yang sangat tebal. Jaket yang mendapatkan beberapa sentuhan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi tipe yang biasa saja, karena dimaksudkan untuk membuat pilot dan para ‘bomber’ tetap hangat di ketinggian hingga 25.000 kaki. Dengan demikian jaket B-3 berhasil mendapatkan reputasinya sebagai jaket yang mampu memberikan kehangatan yang cukup.

Namun rupanya flight jacket terus berevolusi, tidak berhenti sampai di B-3 yang dirasa cukup untuk mendukung penerbangan para pilot dan ‘bomber’ yang bersiap untuk menggempur meda perang dari ketinggian.

 

Beberapa flight jacket terus mendapatkan perubahan. Seperti pada tahun 1937 ketika hadirnya jaket D-1 yang digunakan oleh para prajurit guna melindungi mereka dalam kondisi cuaca buruk. Jaket ini awalnya tidak digunakan oleh pilot, tetapi pada akhirnya para ‘bomber’ memakainya bersamaan dengan A-2 untuk mendapatkan kehangatan ekstra.

Dua tahun selanjutnya muncul jaket B-6 yang diproduksi pada tahun 1939. Jaket ini merupakan versi terbaru yang memiliki bobot lebih ringan karena digunakan untuk para pilot yang menggunakan pesawat tempur P-38.

 

Selama Perang Dunia 2 tepatnya antara tahun 1941 hingga 1942 lahir jaket B-7 yang juga dikenal sebagai “B7 Arctic Parka” jaket yang diproduksi pada masa Perang Dunia 2 ini diproduksi secara khusus baik untuk awak pesawat dan mereka yang bekerja di darat di daerah yang dingin. Jaket ini memiliki panjang tiga perempat yang terbukti efektif melawan badai dingin dan salju yang ekstrem. Namun material yang digunakan pada jaket ini dirasa cukup mahal seperti shearing dan bulu coyote (subspesies serigala) menjadikan jaket ini tidak diperpanjang masa produksinya.

Pada tahun yang sama muncul juga flight jacket yang digunakan para penerbang, namun kali ini lebih banyak digunakan oleh pilot Amerika. Jaket yang memiliki seri M-422 dan M-422a ini memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Pada jaket M422a perbedaanya terletak pada penambahan slot pensil di saku samping kiri jaket tersebut. Pada tahun 1941 ketika sukarelawan Amerika menawarkan untuk membantu Cina dalam memerangi Jepang, pilot yang menerbangkan ‘P-40 Shark Mouth Fighter Aircrafts’ diberikan M422a. Jaket yang dibeli oleh pemerintah Cina untuk tujuan tersebut.

Seiring berkembangnya zaman, bomber jacket juga semakin mengalami perubahan, dari kerah bulu, material kulit hewan seperti pada tahun 1943 dimana lahirnya jaket G-1 dan ditahun yang sama juga diproduksi jaket B-10 yang menggunakan bahan dasar kain katun.

 

Jaket tipis, ringan, namun hangat diperlukan sebagai jawaban atas teknologi jet yang berkembang, dan jaket itu datang pada tahun 1943 dalam bentuk B-15, yang sering dianggap sebagai ayah dari jaket bomber modern. Jaket ini dilengkapi dengan kerah bulu dan terbuat dari katun. Meskipun nilon telah ditemukan sebelum Perang Dunia II, barang-barang seperti parasut lebih diutamakan daripada flight jacket ketika harus mengalokasikan persediaan nilon selama perang. Setelah tahun 1945, nilon menjadi bahan pilihan jaket bomber karena mudah dirawat, tahan air dan tahan jamur, serangga, dan keringat.

Antara tahun 1949 dan 1950, MA-1 secara resmi mengemban tugas sebagai pelindung para pilot ketika melakukan penerbangan. Lapisan oranye pada jaket yang sekarang menjadi ikon diperkenalkan sekitar waktu yang sama. Diproduksi sekali lagi karena kebutuhan, lapisan itu digunakan untuk membantu visibilitas pilot pesawat tempur yang jatuh. Perkembangan ini terjadi karena jaket diproduksi dalam warna selain biru malam standar militer, sehingga memunculkan warna hijau yang lebih elegan.

 

Jaket model MA-1 merupakan pengembangan jaket bomber setelah ditemukannya pesawat Jet. Desain jaket kulit yang di buat pada era perang dunia pertama dan kedua dirasa kurang cocok digunakan untuk pilot pesawat jet tempur. Hal ini karena ketika pesawat terbang tinggi suhu menjadi lebih dingin.

 

Jika jaket kulit yang berat dan besar tersebut terkena keringat atau basah, maka bisa menyebabkan air membeku pada ketinggian tertentu. Keadaan ini bisa membuat tubuh pilot kedinginan dan tidak nyaman.

 

Selain itu, para pilot pesawat jet tempur memerlukan jaket yang lebih ringan, ramping namun tetap hangat. Karena, pesawat jet memiliki desain yang ramping dan kokpit yang lebih sempit dan penuh peralatan baru. Itulah sebabnya, kecepatan dan fleksibilitas pilot untuk keluar masuk kokpit sangat diperhatikan.

 

Tidak lama dari itu, Jaket bomber MA-2 (juga dikenal sebagai flight jacket MA-2 atau flight jacket CWU-45) adalah versi lanjutan dari jaket bomber MA-1 asli yang awalnya dirancang untuk militer Amerika selama tahun 1950-an. CWU adalah singkatan dari " Cold Weather Uniform." Model CWU-45P digunakan untuk cuaca dingin sedangkan CWU-36P digunakan untuk cuaca hangat / panas. Kedua bahan jaket bomber ini sama sama memakai bahan Nomex.

 

Popularitas Flight Jacket

Sebelum populer seperti saat ini, sejarah jaket bomber telah melalui perjalanan yang cukup panjang. Mulai dari era perang dunia hingga menjadi bagian dari fashion yang banyak digemari oleh khalayak luas.

 

Setelah perang Korea berakhir pada tahun 1950-an jaket bomber mulai banyak di pakai oleh masyarakat sipil. Jaket ini juga sering dipakai oleh beberapa departemen kepolisian di Amerika Serikat, karena desainnya yang kuat. Jaket model A-2 semakin populer setelah dipakai oleh beberapa aktor film.

 

Pada akhir 1960-an, gerakan subkultur pemuda yang dilabeli dengan nama skinhead asal Inggris termasuk subkultur yang pertama mengadopsi jaket bomber sebagai ekspresi busana dari perubahan kondisi sosial saat itu. Pada tahun 1990-an, jaket bomber terus mendapatkan posisi penting bagi para pecintanya. Seniman, aktor hingga musisi seperti Damon Albarn turut menggunakan dan mengabadikan jaket warisan dari para pilot dan bomber yang menggunakannya pada Perang Dunia.

Hari ini, bomber jacket masih tetap menjadi mode yang populer. Tidak hanya terbatas bagi beberapa kalangan dan identitas tertentu dan Prung Terraceswear juga rupanya terilhami dengan siluet CWU-45p dengan versi Prung Terraceswear sendiri, ciao!

 

astern

merasa gagah ketika menggunakan jacket ini Type A2 cocok untuk didaerah dataran tinggi jawabarat

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.