BUCKET HAT STORY: DARI PEDESAAN SAMPAI PANGGUNG BESAR

BUCKET HAT STORY: DARI PEDESAAN SAMPAI PANGGUNG BESAR

Head wears, atau yang biasa kita kenal dengan penutup kepala atau sesuatu yang dipakai diatas kepala kita guna memenuhi hasrat dalam dunia fashion. Salah satu head wears yang sangat familiar di kalangan masyarakat luas adalah topi. Berbagai macam jenis topi sering kita jumpai, tidak hanya dipinggir jalan dengan teriknya matahari, topi juga rupanya sudah digunakan oleh masyarakat luas didalam ruangan. Hal ini menjadi bukti bahwa topi sudah mulai memiliki pergeseran fungsi yang awal mulanya digunakan untuk melindungi kepala dari teriknya matahari menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih. Bahkan tidak sedikit juga orang-orang yang dalam kesehariannya menggunakan topi, layaknya menjadi sesuatu yang sangat berharga dan menjadi ciri khas dari orang tersebut.

 

Berbicara tentang topi memang tidak akan ada habisnya, banyaknya jenis dan kegunaan nya juga memang sangat variatif. Tapi rupanya ada salah satu jenis topi yang memang sangat menarik, mulai dari sisi histori hingga bentuk dan ragam modelnya. Bucket hat, topi yang menyerupai bentuk ember ini dengan sisi yang lebar banyak dikagumi oleh khalayak luas, mulai dari anak, remaja hingga orangtua. Bucket hat kini sudah menjadi aksesori yang telah duduk di atas kepala orang-orang dari semua lapisan masyarakat selama lebih dari seratus tahun. Baik dari segi bentuk atau fungsinya, tidak diragukan lagi daya tarik bucket hat dan kehadirannya dalam budaya populer.

 

Bucket hat pertama kali muncul di Irlandia pada awal abad ke-20 sebagai aksesori kepala fungsional untuk orang yang berkegiatan diluar rumah, baik itu ketika mereka berekreasi ataupun bekerja. Awalnya topi ini terbuat dari wol atau kain wol yang memiliki ketahanan yang sangat lama Hingga akhirnya para petani dan nelayan di Irlandia mulai menggunakan bucket hat karena kandungan lanolin yang terdapat pada topi ini sangat tinggi yang dihasilkan oleh material utama topi ini yaitu wol yang membuatnya tahan air. Rupanya tidak hanya petani dan nelayan, orang desa dan pengembara pun akhirnya menggunakan bucket hat yang kemudian dikenal oleh banyak orang sebagai "Irish country hat" karena selain sifatnya yang tahan air, topi ini juga mudah dicuci dan disimpan dalam saku jaket.

 

 

Berkat kandungan lanolin yang membuatnya tahan air dan sangat ringan, bucket hat diminati oleh militer Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Selain daripada itu, kualitas, kepraktisan dan ketahanan dari bucket hat juga yang akhirnya membuat militer Amerika Serikat memperkenalkan topi asalah Irlandia ini selama Perang Dunia II untuk melindungi kepala dan mata pasukan yang berada di medan perang dari matahari dan mencegah penyakit terkait panas dan silau saat mengarahkan senjata api.

 

Varian denim dan navy twill yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dijuluki dengan nama "Daisy Mae", bucket hat yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat ini menampilkan bagian tengah dengan ukuran seperti biasa dan pinggiran yang diperpanjang untuk meningkatkan fungsi pada saat musim hujan. Pada tahun 1940-an juga angkatan bersenjata Israel terlihat menggunakan topi lembut dengan tepian lebar yang terlihat mirip dengan Daisy Mae yang digunakan oleh militer Amerika Serikat dengan tujuan yang sama, melindungi kepala para prajurit dari teriknya panas matahari.

 

 

Bucket hat mengalami perubahan pada tahun enam puluhan, membuat militer Amerika Serikat memperkenalkan "Boonie Hat" selama Perang Vietnam yang juga dikenal dengan nama "Giggle Hat". Pada awal kemunculannya, boonie hat digunakan untuk pasukan khusus Baret Hijau, tetapi segera diadopsi oleh unit lain sampai Tentara Republik Vietnam.

 

Boonie hat memang terlihat sangat mirip dengan bucket hat, walaupun ada sedikit perbedaan utama adalah dimana bagian atas yang lebih rata, pinggiran yang lebih kaku, dan fitur tambahan seperti simpul kain "lingkaran cabang" di sekeliling bagian atas yang dirancang untuk menahan daun dan semak yang bisa berfungsi sebagai kamuflase. Pasukan militer pada saat itu sering kali menyelamatkan kamuflase lama dan menjahitnya ke topi boonie mereka.

 

Sama seperti banyak pakaian dan aksesori klasik lainnya, penggunaan bucket hat untuk militer membuat aksesori kepala utilitarian ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia mode. Pada pertengahan tahun enam puluhan, bucket hat sepenuhnya telah diadopsi oleh warga sipil dan selebriti pada saat itu. Karakter Bob Denver dalam komedi situasi pertengahan tahun enam puluhan "Giligan’s Island" yang terkenal mengenakan bucket hat berwarna khaki di seluruh seri, dan jurnalis yang juga penulis Amerika, Hunter S. Thompson yang juga menjadi terkenal karena sering mengenakan bucket hat katun berwarna putih.

 

 

Rupanya, kehadiran bucket hat dalam film giligan’s island dan juga Hunter S. Thompson yang mempopulerkan topi dari pedesaan Irlandia itu menjadi salah satu tolak ukur maraknya penggunaan bucket hat dikalangan masyarakat luas hingga melaju cepat hingga era 80-an.  Tahun delapan puluhan dan sembilan puluhan kita dapat melihat bucket hat mendapatkan popularitas melalui skena budaya hip hop di Amerika Serikat, dan skena music rave di United Kingdom. Pada masa ini, banyak label pakaian olahraga memproduksi bucket hat, dan rapper terkenal seperti Big Hank Sugar Hill Gang, LL Cool J, dan Run DMC ikut melestarikan "Irish country hat" dengan sering menggunakan bucket hat dari label seperti Adidas dan Kangol. Hubungan urban ini beresonansi dengan suasana rave yang terus berkembang di Inggris, membuat topi bucket sangat identik dengan gerakan Rave, Drum N Bass, dan Jungle.

 

Setelah mengalami pergeseran dari fungsi ke dalam dunia mode, aksesoris kepala yang dirasa penting untuk musim panas ini juga merambah kedalam dunia subkultur yang sangat digilai oleh anak muda Inggris, khususnya Manchester pada era 80-an. Dengan material kapas dan nilon yang membuat topi ini cepat kering, yang berhasil membawa topi ini menjadi sesuatu yang sangat penting sampai akhir tahun 80-an dalam skena musik 'Rave' dan 'Madchester' yang pada saat itu dikenal sangat hedonis. Bucket hat juga menjadi salah satu topi yang sangat difavoritkan firma dengan drumemr The Stone Roses yang juga tampak sering terlihat menggunakan bucket hat yaitu Alan 'Reni' Wren selama periode ini, sedemikian rupa sehingga kemudian dikenal sebagai 'The Reni Hat'.

 

 

Dengan pencapaian gemilangnya, The Stone Roses menjadi salah satu band yang juga mewarisi topi dari pedesaan Irlandia ini. Konser The Stone Roses pada tahun 1990 di Spike Island menjadi saksi bahwa pengaruh Alan “Reni” Wren pada jutaan fans The Stone Roses sangat berpengaruh. Konser yang digelar di Spike Island itu menjadi lautan bucket hat, dan sudah tidak dapat dipungkiri, drummer band, Reni, juga mengenakannya. Bagi King Adz, pakar streetwear yang juga seorang penulis, hal inilah yang membuat bucket hat menjadi klasik.

 

“It’s the archetypal raver’s hat,” he says. “The more northern, the better. I think of Spike Island, Centreforce FM tapes, mud on my Travel Fox boots from a rave in a field just outside Elstree in 1989.” Ujar penulis dan pemerhati fashion itu.

 

Bagaimana aksesori praktis yang awalnya dikenal sebagai "Irish Country Hat" yang pada awal ulanya dirancang untuk menangkis hujan deras di County Donegal dan teriknya matahari ladang perkebunan masyarakat Irlandia dan akhirnya berkembang menjadi penutup yang harus digunakan oleh para tentara dalam peperangan dan yang hingga saat ini tetap melestarikan topin pedesaan ini adalah para pencipta tren adalah cerita yang dirasa sangat tidak mungkin. Tetapi fungsi bucket hat yang sengaja dibuat tidak elegan telah menjadikannya kanvas kosong untuk konotasi budaya yang beragam selama lebih dari satu abad, mungkin tidak ada aksesori lain yang memiliki penggemar yang ikonik tetapi berbeda seperti: Gilligan, Carl Spackler dari Caddyshack, Ja Rule, Lauryn Hill, RunDMC, Liam Gallagher, Damon Albarn, Alan "Reni" Wren of the Stone Roses, Dudley dari The Royal Tenenbaums, dan Big Hang dengan bucket hat tanpa merk dalam salah satu video klip ditahun 1979. Bucket hat memiliki kegunaan sederhana yang mengirimkan salah satu dari dua pesan: "Saya tidak peduli," atau "Saya cukup keren untuk melakukan ini."

 

Penulis: Rifqi Maulana

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.