The Football War

The Football War

Piala Dunia Meksiko yang digelar pada tahun 1970 menjadi salah satu gelaran yang bersejarah. Bagaimana tidak, perhelatan akbar ini merupakan Piala Dunia yang ditayangkan oleh televisi dalam format berwarna pada saat itu. Sebelumnya, pertandingan Piala Dunia yang ditayangkan di televisi hanya mampu menyuguhkan gambar dalam format warna hitam-putih.

 

Piala Dunia 1970 merupakan turnamen Piala Dunia edisi kesembilan. Turnamen ini digelar di Meksiko, dan merupakan kali pertama Turnamen Piala Dunia digelar di Amerika Tengah, di mana sebelumnya selalu digelar di Eropa dan Amerika Selatan.

 

Sebanyak 75 negara berpartisipasi dalam babak kualifikasi Piala Dunia 1970. Meksiko dan Inggris lolos otomatis ke putaran final sebagai tuan rumah dan juara bertahan Piala Dunia 1966. Selain dua negara tersebut, terdapat 14 timnas peserta Piala Dunia 1970 lainnya. Beberapa negara debutan di World Cup 1970 adalah El Salvador (Amerika Utara), Maroko (Afrika) dan Israel (Asia).

 

Selain itu juga ada negara-negara besar yang gagal lolos ke Piala Dunia 1970, yaitu Prancis, Argentina, Portugal, Spanyol, Amerika Serikat dan Hungaria.

Namun, dibalik segala keberhasilan dan sejarah yang mampu dicatatkan oleh Piala Dunia Meksiko 1970, ada hal menarik yang patut disoroti juga. Catatan sejarah ini terjadi pada kualifikasi Piala Dunia Meksiko 1970 yaitu ‘The Football War’ yang melibatkan kedua negara bagian Amerika Tengah yaitu Honduras dan El Savador.

 

The Football War

Sepak bola bukanlah permainan baru bagi masyarakat Honduras dan El Salvador. Kursi stadion hampir selalu penuh sesak ketika kedua negara ini berlaga. Meski belum pernah meraih trofi bergengsi, kedua negara bagian Amerika ini tidak dapat dipandang sebelah mata di panggung sepak bola internasional.

 

Pada kualifikasi pra-Piala Dunia 1970, Honduras dan El Salvador bertemu. Pertandingan diselenggarkan di Tegucigalpa, Honduras. Tensi tinggi tersaji di dalam dan luar lapangan. Malam sebelum pertandingan, para pendukung Honduras memainkan peran mereka yang mencoba menganggu psikologis tim-nas El Salvador dengan mengepung hotel tempat El Salvador menginap. Mereka membunyikan klakson mobil, menabuh genderang, bernyanyi, bersiul, melempari hingga berteriak sampai pagi.

 

Rupanya upaya dari para pendukung Honduras membuahkan hasil yang cukup baik. Akibatnya, saat laga tersebut berlangsung, Honduras berhasil memenangkan pertandingan dengan skor tipis 1-0 berkat gol Roberto Cardona di penghujung laga kualifikasi pra-Piala Dunia 1970 tersebut.

 

Namun, kekalahan tersebut tidak bisa diterima oleh banyak pendukung El Salvador. Seorang pendukung remaja berusia 18 tahun, Amelia Bolanos, bahkan nekat mengakhiri hidupnya dengan cara menembak dirinya sendiri dengan menggunakan pistol ayahnya. Berita ini menyebar cepat di El Salvador. Bahkan Presiden dan petinggi militer ikut hadir dalam pemakamannya. Aroma balas dendam pun menguat.

 

Pemakaman Amelia yang dihadiri oleh banyak orang dan disiarkan secara besar-besaran di televisi membuat simpati membanjiri media pada saat itu. Bahkan, bagi masyarakat El Salvador remaja berusia 18 tahun ini dianggap sebagai martir dan ikon pembangkit semangat nasionalisme rakyat El Salvador.

Hari pembalasan pun tiba sepekan setelah El Salvador takluk dikandang Honduras. Pembalasan pun terjadi ketika Honduras bertandang ke San Salvador untuk menjalani leg kedua pada 15 Juni 1969. Perlakuan yang didapatkan El Salvador di Tegucigalpa satu pekan sebelumnya juga diterima Honduras. Bahkan, lebih parah. Hotel tempat Honduras menginap dilempari berbagai macam benda seperti telur busuk, bangkai tikus dan benda lainnya sepanjang malam hingga semua kacanya pecah yang mengakibatkan skuad Honduras tidak dapat beristirahat dengan nyaman. 

 

Saat hari pertandingan tiba, Honduras berangkat ke stadion dengan pengawalan ketat di dalam panser. Mereka melewati ribuan pendukung El Salvador yang sudah bersiap melakukan pembalasan di pinggir jalan dengan memegangi foto Amelia. Akibatnya, skor 3-0 diciptakan El Salvador di pertandingan itu. Suporter tuan rumah merayakan kemenangan dengan membakar bendera Honduras.

 

Namun kekalahan tersebut menjadi sebuah keberuntungan bagi pelatih dan tim nasional Honduras. “Kami beruntung kalah. Jika tidak, kami tidak akan hidup hari ini,” ujar Mario Griffin, pelatih Honduras kala itu, dilansir BBC Sport. Namun, beberapa pendukung Honduras tidak seberuntung Mario Griffin dan skuadnya. Dua orang pendukung Honduras tewas di jalanan San Salvador dan puluhan lainnya dilarikan ke rumah sakit dan berakibat pada penutupan batas negara antara Honduras dan El Salvador.

 

Namun, ketegangan ini tidak berhenti sampai disitu saja. Masih ada pertandingan penentuan yang harus dijalani. Dengan hasil 1-0 dan 0-3, secara umum situasinya imbang 1-1. Saat itu, FIFA belum menggunakan sistem agregat skor sehingga laga penentu digelar di tempat netral untuk menentukan tim yang melaju ke fase selanjutnya. Laga berlangsung di Meksiko pada 26 Juni 1969.

 

Beberapa jam sebelum pertandingan digelar di Mexico City, pemerintah El Salvador memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Honduras. Mereka menyatakan bahwa dalam waktu 10 hari sejak pertandingan rusuh di El Salvador, sekitar 11.700 orang El Salvador telah dipaksa meninggalkan Honduras.

Dikatakan juga bahwa Honduras tidak melakukan apapun untuk mencegah pembunuhan, penindasan, pemerkosaan, penjarahan, dan pengusiran masal orang-orang El Salvador, maka tidak ada gunanya mempertahankan hubungan.

 

Lebih lanjut, diklaim bahwa pemerintah Honduras tidak mengambil tindakan efektif apapun untuk menghukum kejahatan yang merupakan genosida itu. Mereka juga tidak memberikan jaminan ganti rugi atas kerusakan yang dialami orang-orang El Salvador.

 

Laga penentu yang digelar di Meksiko pada 26 Juni 1969 memang menjadi salah satu laga panas yang berlatar belakang ego dan gengsi dari kedua negara tersebut. Hasilnya, El Salvador menang 3-2 lewat pertandingan yang berlangsung brutal, keras, dan penuh pelanggaran selama 120 menit dan El Salvador berhak melaju ke babak berikutnya.

Dua minggu setelah pertandingan digelar, sebuah perang dalam arti sesungguhnya terjadi. Pada 14 Juli 1969, militer El Salvador menyeberang perbatasan dan membombardir Tegucigalpa. Perang memang tidak berlangsung lama. Hanya sekitar 100 jam. Namun, kerugian yang ditimbulkan terasa sangat amat luar biasa. Antara 60.000 sampai 130.000 orang El Salvador terusir secara paksa atau melarikan diri dari Honduras. Ada 2.000 warga sipil yang mayoritas orang Honduras tewas, sementara ribuan lainnya mengungsi dan menjadi tunawisma.

 

Meski sering dikenal dengan "Perang Sepakbola", penyebab konflik tersebut tidak sesederhana itu. Sepakbola hanya puncak gunung es yang menjadi pemicu pertempuran dua negara Amerika Tengah pada 14-18 Juli 1969 itu. Latar belakang pertikaian kedua negara yang bertetangga ini jauh lebih dari sekadar ego dan gengsi diatas lapangan hijau.

 

Sebenarnya, perang tak hanya dipicu rivalitas dalam sepak bola. Pemantik konflik yakni kepemimpinan Presiden Honduras, Lopez Arellano. Pada 1968 lalu, Honduras didera krisis ekonomi cukup serius. Pemogokan masal dan kerusuhan sering terjadi.

Akan tetapi, Arellano justru mengkambinghitamkan tiga ribu imigran El Salvador di Honduras. Akhirnya, warga Salvador mulai angkat kaki dari Honduras Mei 1968. Tak ayal, eksodus ini menyebabkan populasi di Salvador kian membludak.

 

Setelah memutuskan hubungan dengan Honduras, El Salvador memilih jalan perang. Pada Juli 1969, El Salvador melakukan serangan udara pertama ke kawasan Honduras. Bombardir serangan ini dipusatkan di ibukota Tegucigalpa. Dan, serangan ini menjadi penanda perang yang kemudian disebut Perang Sepakbola atau Perang 100 Jam. Jalan utama yang menghubungkan kedua negara tak luput dari target. Armada militer El Salvador lebih dominan, sehingga pasukan Honduras harus mundur 8 km.

 

Kendati demikian, Honduras berhasil memanfaatkan intensitas El Salvador melalui serangan udara. Militer El Salvador mengalami kelangkaan bahan bakar karena daerah cadangan minyak diserang oleh Honduras.

Perang ini berlangsung hanya empat hari, tapi butuh 11 tahun bagi kedua negara untuk menandatangani perjanjian damai. Sengketa wilayah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 1992, tapi hingga 2014 masih ada provokasi antara dua negara.

 

Bagi El Salvador, "Perang Sepak Bola" ini punya dampak buruk. Orang-orang yang dipaksa kembali ke El Salvador dari Honduras, turut memperburuk standar kehidupan negeri itu.

 

Hal ini menyebabkan ketidakpuasan berkepanjangan yang memicu perang saudara tahun 1979, dan berlangsung hingga 13 tahun yang memakan korban jiwa hingga 75.000 orang, menurut PBB.

 

Perang berakhir dengan hanya menghasilkan kerugian bagi kedua pihak. Antara 60.000 sampai 130.000 orang Salvador terusir secara paksa atau melarikan diri dari Honduras. Ada 2.000 warga sipil yang mayoritas orang Honduras tewas, sementara ribuan lainnya mengungsi dan menjadi tunawisma.

 

Tiada klaim kemenangan. Satu hal yang pasti, lima ribu jiwa melayang dalam pertempuran seratus jam ini. Layanan penerbangan kedua negara juga terganggu hingga satu dekade. Ketegangan baru surut pada 2006, saat presiden kedua negara berjabat tangan di perbatasan.

 

 

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.