Skip to main content

Ian Brown: No Lockdown No Tests No Tracks No Masks No Vax

Ian Brown: No Lockdown No Tests No Tracks No Masks No Vax

Pandemi, satu dari sekian banyak hal yang sangat amat menyebalkan bagi banyak orang. Banyak aktifitas yang tidak dapat berjalan akibat kehadiran pandemi ini. Rupanya pandemi bukanlah barang baru dimuka bumi, sejak beberapa ratus bahkan ribuan tahun silam ia telah menampakkan batang hidungnya pada jutaan makhluk yang ada dimuka bumi. Tidak mungkin tidak, jutaan manusia mau tidak mau pasti akan merasa waswas dengan kehadirannya, karena hal menyebalkan ini mampu membentuk mimpi buruk jangka panjang pada pikiran dan juga merusak mental jutaan manusia.

 

Secara harfiah pandemi ini berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu pan dan demos, pan sendiri memiliki arti semua dan demos yang berarti manusia atau orang. Pandemi sendiri adalah suatu epidemic yang terjadi pada banyak negara, benua hingga mewabah di seluruh dunia. Pandemi juga memiliki identifikasi khusus, dimana suatu wabah ini harus menular agar masuk dalam kategori pandemi. Tidak hanya itu, pandemi juga merenggut banyak nyawa umat manusia dan makhluk yang ada dimuka bumi. Meskipun termasuk wabah yang mematikan, tidak semua penyakit dapat dikategorikan dalam pandemi, karena syarat sah wabah yang masuk kedalam kategori pandemi ini harus menular, seperti misalnya penyakit kanker, salah satu penyakit yang mematikan dan terus ada hingga detik ini tidak dapat dikategorikan kedalam pandemi karena tidak menular.

 

Seperti disinggung pada paragraf sebelumnya, pandemi sudah hadir ratusan hingga ribuan tahun lalu. Dalam catatan sejarah pandemi sudah hadir pada tahun 527-565 Masehi di Konstatinopel. Pandemi ini diberi nama Wabah Justinian yang merenggut lebih dari 25 juta nyawa. Wabah ini diprediksi berasal dari China yang penyebarannya melalui tikus hitam yang menyebar ke timur laut India dan terus menyebar ke danau besar Afrika. Penyebaran virus ini melumpuhkan sector ekonomi, pertanian hingga pertahanan negara yang jelas sangat amat merugikan Konstatinopel pada saat itu.

 

 

Pandemi terbesar selanjutnya adalah pandemi kolera ketiga yang terjadi pada tahun 1852-1860. Secara umum dianggap sebagai yang paling mematikan dari tujuh pandemi kolera, wabah besar ketiga Kolera di abad ke-19 berlangsung dari tahun 1852 hingga 1860.

 

Seperti pandemi pertama dan kedua, Pandemi Kolera Ketiga berasal dari India, awal penyebaran nya diduga dari Delta Sungai Gangga sebelum meluluh lantahkan Asia, Eropa, Amerika Utara dan Afrika dan mengakhiri kehidupan lebih dari satu juta orang.

 

Dokter asal Inggris John Snow, ketika bekerja di daerah miskin di London, melacak kasus kolera dan akhirnya berhasil mengidentifikasi air yang terkontaminasi sebagai sarana penularan penyakit tersebut. Sayangnya tahun yang sama dengan penemuannya (1854) turun sebagai tahun terburuk pandemi, di mana 23.000 orang meninggal di Inggris.

 

 

Di jaman yang modern ini dunia kedokteran atau kesehatan terus melakukan pembenahan dan juga ditemukannya penemuan baru dalam mengatasi wabah dan pandemi yang tersebar di seluruh belahan dunia. Vaksin menjadi salah satu penemuan baru yang diyakini dapat meningkatkan imunitas manusia dimasa pandemi, tapi apakah vaksin terbukti dalam menangani pandemi? Melihat kasus pada tahun 1918 di Amerika, Ada sebuah cerita yang sangat terkenal mengenai pada saat itu, pada bulan September 1918, kota-kota di AS mengorganisir pawai untuk mempromosikan obligasi perang. Dana hasil penjualannya akan dipakai untuk membantu perang yang sedang berlangsung. Ketika flu Spanyol terjadi, Philadelphia tetap mengadakan pawai sementara St Louis memutuskan untuk membatalkannya.

 

Sebulan kemudian, lebih dari 10.000 orang meninggal dunia di Philadelphia. Di St Louis warga yang meninggal di bawah angka 700 orang. Perbedaan ini menjadi bahan studi kasus yang menyatakan bahwa langkah menjaga jarak sosial adalah sebuah strategi dalam mengatasi wabah yang sangat ampuh pada saat itu.

 

Analisa pada beberapa kota AS di tahun 1918 memperlihatkan tingkat kematian yang lebih rendah pada tempat-tempat yang sejak dini melarang pertemuan umum, teater tertutup, sekolah dan gereja. Tim ahli ekonomi Amerika yang menganalisa lockdown pada tahun 1918 menemukan kota-kota yang menerapkan cara tersebut lebih ketat mengalami perbaikan ekonomi yang lebih cepat setelah wabah. Namun, pandemi ini diperkirakan telah menewaskan hampir 700.000 orang Amerika. Dan salah satu alasannya, menurut ekonom Universitas Harvard Robert Barro, karena lockdown dibuka terlalu cepat.

 

"Kebijakan yang berlaku biasanya berlangsung sekitar 4 minggu - dan kemudian dilonggarkan karena tekanan publik," katanya, dia percaya hasilnya akan lebih baik jika kebijakan lockdown diberlakukan selama sekitar 12 minggu.

 

Namun rupanya hal ini sangat sulit untuk diterapkan oleh beberapa negara di berbagai belahan dunia, mengingat sektor ekonomi yang terus menurun dan pandemi yang tak kunjung berakhir memaksa pemerintah untuk mengambil keputusan memberikan vaksin pada setiap warganya, walaupun di negara berkembang seperti Indonesia, vaksin harus tetap dibeli oleh warganya, dengan harga yang beragam, entah apa yang membedakan harga vaksin ini, mungkin dalam pemikiran sempit dan analisa gembel, hal ini dikarenakan tingkat imunitas yang berbeda bagi si miskin dan kaum borjuis yang sanggup membeli vaksin yang lebih baik bagi imunitas tubuh.

 

Salah satu musisi dunia yang terlihat sangat amat tidak setuju dengan penggunaan masker, vaksin dan anjuran lain untuk menahan persebaran virus covid-19 ini adalah Ian George Brown atau biasa dikenal dengan nama Ian Brown. Dalam cuitannya di twitter Ian Brown dengan sangat tegas memberikan statement nya bahwa ia benci dengan kondisi dunia pada saat ini dalam bayang-bayang virus covid-19. Hal yang ia lakukan sontak mendapat respon yang sangat beragam, mulai dari tanggapan positif hingga tanggapan negative yang melabeli dirinya sebagai covidiot, sebutan bagi orang yang yang tidak peduli dengan kondisi pandemi saat ini.

 

 

 

Melihat cuitan Ian Brown yang menggunakan huruf kapital, rupanya ia sangat tegas dalam menyuarakan aspirasinya pada masa sulit ini. Tidak berhenti sampai disitu, Ian Brown juga menuliskan lirik pada lagu terbarunya yang berjudul “Little Seed Big Tree” yang menjadi media untuk menyuarakan kebenciannya terhadap virus covid-19 ini. Dalam penggalan lirik yang terdapat pada lagu terbarunya ini Ian Brown menuliskan “Ilmuwan dan mediatrist // Mencoba memberitahuku dua dan dua adalah lima” mungkin pada lagu ini Ian Brown mencoba membukakan mata dan pikiran penikmatnya bahwa pandemi dan segala intrik yang ada didalamnya hanyalah sebuah omong kosong dan kebodohan semata.

 

Selain daripada penggalan lirik diatas, Ian Brown juga menuliskan sisi kebenciannya terhadap vaksin, “A forced vaccine, like a bad dream // They'll plant a microchip, every woman, child and man // They plan to chip us all to have complete control// The land, the sky, your soul” melihat kalimat pertama dan kalimat kedua, rupanya Ian Brown tidak meyakini bahwa vaksin adalah hal yang mutlak untuk memerangi virus covid-19 yang sedang melanda dunia saat ini.

 

Ian Brown juga memposting beberapa pendapatnya tentang pandemi ini sebagai “plandemic” di twitter. Mantan vokalis The Stone Roses ini menegaskan bahwa pandemi yang sedang berlangsung sebenarnya adalah “plandemic” dengan tujuan yang jahat menjadikan kita semua “budak digital”. Untuk mendukung pandangannya, musisi kelahiran Manchester, Inggris ini membagikan lagu barunya, ‘Little Seed Big Tree’ yang menggambarkan kebenciannya terhadap kehancuran ekonomi dan lainnya di dunia yang diakibatkan oleh pandemic covid-19.

 

Mengingat pernyataan Ian Brown dalam penggalan lirik lagu “Little Seed Big Tree” kami meyakini ketidak berpihakan kaum yang memiliki kepentingan terhadap penganganan virus covid-19 ini. Hal yang sangat membingungkan ketika dimana vaksin bagi khalayak luas menjadi sesuatu yang sangat amat diwajibkan bagi seluruh warga Indonesia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin, pemerintah mengambil keptusan ini sebagai langkah konkret sebagai usaha untuk melawan virus covid-19, namun apakah semua ini hanyalah sebagai teknik usaha perdagangan yang melibatkan para kaum konglomerat? Tidak ada hal yang tidak mungkin dalam semua perspektif yang bergulir liar dikalangan masyarakat luas saat ini. Opini publik terus dihantui oleh berbagai macam suguhan berita dan opini mengenai pandemi ini dengan terus dicocoki dengan pemberitaan yang terkesan sangat amat mengerikan. Tapi apakah langkah pemerintah tidak cukup mengerikan dalam menangani pandemi ini? Apa ketika vaksin sudah disuntikan ketubuh masyarakat luas dapat menjamin keberlangsungan aktifitas warganya seperti sebelum pandemi ini hadir?

 

Pandemi dan vaksin telah menjelma menjadi momok yang sangat menakutkan bagi khalayak luas. Vaksin digambarkan menjadi senjata rahasia untuk membungkam penyebaran virus covid-19 dibalik semua rahasia yang mungkin selama ini disembunyikan. Namun varian harga yang ditawarkan menjadi polemik yang sangat liar, ditambah lagi dengan wajibnya seluruh masyarakat disuntikkan zat kimia yang masih belum tentu kebenaran khasiatnya dan tujuan jelas vaksin dan pandemi ini hadir kedunia. Ya atau tidak, silahkan simpulkan dan cari kesimpulan dalam setiap literasi yang kalian dapatkan dan selamat menikmati mimpi buruk berkepanjang ini sambil menikmati Little Seed Big Tree dari Ian Brown.

 

We don't need no stinking badges
Just a little seed, makes a big tree
Standing on its own, thriving all alone
Just a little seed, makes a big tree
Grows so high, gonna touch the sky
Just a little seed, makes a big tree
Spreads roots deep, branches far and wide
Masonic lockdown in your hometown
Masonic lockdown, can you hear me now?
From the top down, soul shot down
State shakedown, mass breakdown
Global orders, riding over borders
Get behind your doors for the new world order
Doctor Evil and his needle
Doctor Evil with a masterplan
A forced vaccine, like a bad dream
They'll plant a microchip, every woman, child and man
They plan to chip us all to have complete control
The land, the sky, your soul
Peace like silence in the snow
Free to do exactly as your told
Obey, consume and die
And up to heaven for your pie up in the sky
Sleep walking, dreaming
You best believe your lying eyes
Geoengineering
Making more than patterns in the skies
5G radiation
Beamed to Earth from space by satellites
The scientist and mediatrist
Trying to tell me two and two is five
'Scuse me while I mention the strategy of tension
Mass mind manipulation, psychological operation
The general population, hypnotised, right in front of your eyes
Drama and lies, look into my eyes
Just a little seed, makes a big tree
Standing on its own, thriving all alone
Just a little seed, makes a big tree
Grows so high, gonna touch the sky
Just a little seed, makes a big tree
Spreads roots deep, branches far and wide
Masonic lockdown in your hometown
Masonic lockdown, can you feel me now?
Masonic lockdown, soul shot down
State shakedown, a mass breakdown
Put your muzzle on, get back in your basket
Get behind your doors 'cause living here is drastic
Doctor Evil and his needle
Doctor Evil with a masterplan
A forced vaccine, like a bad dream
They'll plant a microchip, every woman, child and man
They plan to chip us all to have complete control
The land, the sky, your soul
Na, na, na, na
Na, na, na, na, na
Na, na, na, na, na
Na, na, na, na, na
Na, na, na, na
Na, na, na, na, na
Penulis: Rifqi Maulana

Comments

Be the first to comment.

Your Cart

Your cart is currently empty.
Click here to continue shopping.
Thanks for contacting us! We'll get back to you shortly. Thanks for subscribing Thanks! We will notify you when it becomes available! The max number of items have already been added There is only one item left to add to the cart There are only [num_items] items left to add to the cart